Di stasiun kota

Ketika itu siang hari sekitar pukul 11.00 aku sudah sampai di stasiun kota Surabaya, karena aku memang berniat untuk negadakan perjalanan dengan menggunakan kereta api Rapih Dhoho, karena aku tidak pernah berpergian dengan meggunakan kereta api, maka akupun juga tidak mengetahui jadwal keberangkatan kereta api kejurusan yang akan aku tuju. Setelah aku membeli tiket dengan tujuan Kediri, maka aku segera memasuki peron dan sambil jalan-jalan aku lihat dimana kereta yang akan membawa pergi sedang menunggu, karena jam keberangkatan masih lama yaitu pada pukul 12.50, jadi masih ada waktu kurang lebih hampir dua jam.

Iseng-iseng aku masuki gerbong tersebut dan sambil melihat nomor tempat duduk yang tertera ditiketku, setelah kudapatkan aku duduk dikursi yang sesuai dengan nomor tempat dudukku. Suasana didalam gerbong masih begitu sepi dan tidak ada orang sama sekali, sambil duduk dibangku tersebut, aku mulai melamun merasakan kesendirianku diantara banyak temanku dan kesepianku diantara keramaian kota Surabaya ini.

Sampai-sampai aku tidak menyadari akan kehadiran seseorang yang menawarkan buah jeruk kepadaku, ternyata dihadapanku telah berdiri seorang penjual jeruk asongan yang biasa kita dapati didalam gerbong kereta api.

“Jeruk Mas, jeruke manis koq Mas,” tawarnya.
“Nggak,” jawabku singkat.
“Ayolah Mas. Mbok ditukoni jeruke, sewu oleh telu koq Mas,” sambungnya dengan tidak putus asa.
“Nggaklah, aku lagi males,” jawabku lagi.

Dengan harapan sipenjual jeruk itu akan segera berlalu dari hadapanku dan aku akan kembali meneruskan lamunanku yang sempat buyar itu. Tapi yang menjadi harapanku tidaklah menjadi kenyataan malah sebaliknya, sipenjual jeruk itu malah mengambil tempat dikursi yang ada dihadapanku dan malah duduk disitu sambil memandangi aku tanpa mengucapkan kata-kata yang merayu untuk membeli dagangannya lagi. Aku sendiri jadi heran dengan semua ulahnya itu, tapi aku berusaha cuek aja sambil melemparkan pandanganku keluar jendela kereta. Tanpa kuduga akhirnya dia bertanya,

“Onok opo see Mas, koq ketokane sumpek”
“Opo ditinggal pacare yoo,” lanjutnya.

Aku berusaha untuk tetap diam saja sambil mencuekin dia, tapi dia kayaknya nggak putus asa, dan memang naluri seorang penjual tidak boleh putus asa begitu saja kalau sekali ditolak.

“Opo pengin golek konco, tak golekne gelem tah Mas,” cerocosnya.
“Konco opo?” akhirnya aku juga jadi penasaran.
“Lha sing yok opo sing dikarepne?”

Iseng-iseng aku menjawab sekena saja.

“Sing koyok awakmu wae,” jawabku.
“Ah, sing temanan,” jawabnya.
“Iyo, nek sampeyan gelem lho”
“Sampeyan gelem koncoan karo aku, sing dodol buah iki, sing dadi pedagang asongan nang sepur koyo ngene iki,” jelasnya lagi.

Dari pembicaraan itu akhirnya kita ngobrol ngalor ngidul sampai akhirnya aku memancing kemasalah pribadinya.

“Oh, yaa Mas, sampeyan anake piro?” tanyaku.
“Oalah, Mas, rabi wae durung koq duwe anak, sopo sing gelem karo wong dodol asongan koyo aku iki,” jawabnya.
“Lha, terus yok kepengin ngono yok opo?” tanyaku lagi.
“Yoo, ditokne dewe Mas, arepe mbalon yoo ora duwe duit,” jelasnya lagi.

Akhirnya aku mulai memberanikan diri untuk duduk disebelahnya dan tanganku kutumpangkan dipahanya dan diapun tidak bereaksi untuk menepisnya hingga kusenggol selakangannya sambil bertanya.

“Lha iki wis pirang dino ora ditokne”
“Wis ono limang dina bek menowo,” jawabnya lagi.
“Gelem tah tak tokne?” tanyaku lagi.
“Gelem, yok mbok mut,” jawabnya tanpa ragu-ragu lagi.

Akhirnya segera kuremas-remas daging dan otot yang ada diselakangannya itu dan mulai mengeras sambil dia mulai merintih-rintih menahan gejolak nafsunya sampai beberapa saat ketika akan kubuka celananya, dia menolak karena takut kalau ada orang lain yang masuk ke gerbong tersebut, sebagai tindakan berikutnya dia malah menyeretku ketoilet yang ada digerbong itu dan tanpa dikomando lagi dia segera merosot celana panjangnya dan kemudian celana dalamnya setelah terlebih dulu mengunci pintu toilet itu sedangkan barang dagangannya tetap dibiarkan diatas kursi yang kami duduki tadi.

Kemudian dia segera menyuruhku untuk jongkok dan segera menghisap penisnya yang sudah tegang dan lumayan besar juga. Setelah kujilati ujung kepalanya yang merah kehitaman itu segera mulai kumasukan kepalanya ke dalam mulutku dan dia makin merintih-rintih sambil berdiri didinding kamar mandi yang sempit itu.

“Aaahh, hseess, sstt”
“Ooohh, ssess”
“Ssseess, sseess”

Dan mungkin dengan hisapan dan masuk keluar mulut yang kulakukan akhirnya dia mendekati puncaknya dan rupanya dia tidak sabar lagi segera direngkuhnya kepalaku dengan kedua tangannya agar tertahan dan dia segera menggoyangkan pinggangnya maju mundur, jadi sepertinya mulutku sedang dikentot olehnya. Dan gerakan maju mundur itu makin lama makin cepat, sampai-sampai rasanya aku nggak bisa bernafas dan menahan agar aku tidak tersedak dimasukin penisnya yang besar itu sampai kepangkalnya hingga akhirnya terdengar”AAaahh” dan cret crett creet terasa cairan asin, hangat menyembur dimulutku dan dia terus mengerang keenakan sampai beberapa saat, kemudian dia memakai celana dalamnya lagi dan celana panjangnya yang tadi merosot sampai lututnya, kemudian dia tersenyum puas dan mencium pipiku sambil membisikan kata.

“Suwun yoo Mas”

Kemudian kami berdua melangkah keluar dari kamar mandi tersebut dan kembali ketempat duduk yang kami duduki berdua sebelumnya, kemudian dia mengambil keranjang dagangannya dan diambilnya tiga biji buah jeruk kemudian diangsurkannya kepadaku sambil bergurau dia berkata,

“Iki lho Mas, gawe opahe mau iku?” katanya sambil tertawa.

Dan segera kuambil buah jeruk yang diberikannya tadi, itung-itung untuk pencuci mulut agar mulutku tidak berbau amis pejuh kalau nanti dalam perjalanan. Kemudian dia mengambil keranjang dagangannya dan mohon pamit.

“Sik yoo, Mas, aku tak dodolan disik”
“Kapan-kapan awake dewe ngobrol-ngobrol maneh yoo,” lanjutnya.
“Yoo,” jawabku singkat.

Dalam hati aku merasa puas dan senang dan berpikir kapan kita ketemu lagi, sampai kereta yang membawaku ke Kediri berangkat aku tidak menjumpainya lagi. Dalam perjalanan itu aku tidak melamun lagi tapi sebaliknya mengkilas balik kejadian yang baru kualami mulai dari awal sampai akhir sehingga tidak membuat perjalanan itu menjemukan akan tetapi malah sebaliknya, walaupun penisku terus ngaceng ingin mengeluarkan isi yang ada didalamnya, karena tadi dia tidak menjamah aku sedikitpun apalagi penisku yang sebetulnya sangat tegang sekali.

Kejadian diatas mungkin sudah berlalu dua atau tiga bulan dan sudah hampir hilang dari ingatanku, hingga suatu hari Minggu ketika aku akan pergi kerumah kawanku yang ada di Mojokerto, akupun iseng-iseng naik kereta api KRD jurusan Surabaya-Jombang yang berangkat sekitar pukul 05.30 dari stasiun Wonokromo, tidak lama kemudian kereta berangkat setelah aku aku mengambil tempat duduk yang masih banyak yang kosong, perjalanan setelah keluar dari Stasiun Wonokromo, perjalanan lancar-lancar saja dan aku duduk sambil melihat pemandangan pagi sepanjang rel kereta. Sampai beberapa saat kemudian banyak pedagang asongan yang menawarkan bermacam-macam makanan memasuki gerbong tempat aku duduk. Dan mataku tertuju pada salah seseorang yang pernah kukenal, juga ikut menawarkan dagangannya, cukup lama aku mengawasinya, tapi dianya tidak merasa. Dan mungkin dia merasa risi juga kalau sedang diawasi seseorang sehingga dia akhirnya menoleh dan pandangan matanya bertemu dengan pandangan mataku dan diapun tersenyum dan segera menghampiriku sambil bertanya,

“Dewekan wae Mas?”
“Yoo”
“Arep nang endi?” tanyanya.
“Mojokerto,” jawabku.
“Wis suwe yoo ora tahu ketemu,” lanjutnya.

Aku diam saja sambil mengawasi matanya yang seolah mengajakku untuk mengulangi peristiwa beberapa waktu yang lalu sambil tangannya menunjuk kebelakang, yang berarti gerbong paling belakang sendiri yang tentunya makin sepi dari penumpang karena pada saat itu aku duduk di gerbong ketiga dari belakang. Aku tahu maksudnya, setelah dia berlalu menuju gerbong belakang tidak berapa lama kemudian aku menyusulnya dan kulihat dia sudah berdiri dekat pintu paling ujung dibelakang sendiri, setelah tahu kalau aku juga ikut menyusulnya, dia langsung berinisiatif masuk kekamar mandi kecil yang ada diujung gerbong itu dan akupun segera menyelinap tanpa sepengetahuan penumpang yang ada digerbong itu, mungkin ada sekitar lima orang penumpang saja.

Setelah aku menyelinap masuk dan dia segera menguncinya dari dalam, suatu pemandangan yang sangat menggairahkan terpampang di depan mataku, bagaimana tidak? Ternyata dia sudah melepas semua celananya tinggal hanya baju kaosnya saja yang sudah digulung sampai kedada, dan kulihat keselakangannya ternyata penisnya sudah ngaceng penuh dan segera minta dihisap, walaupun pada waktu itu kereta dalam keadaan berjalan dan bergoyang-goyang dengan suara yang berderak-derak diantara sambungan rel, dan hal itu yang lebih menguntungkan bagi kami berdua karena bisa goyang sendiri tanpa harus mengeluarkan tenaga ekstra juga suara benturan roda besi dengan rel bisa menenggelamkan suara erangannya dan kecipak suara ludah dimulutku yang sedang menghisap-hisap penisnya itu.

“Uuuhh, aauucch”
“Sssesstt, sstt enake Mas”
“Ayo terus Mas, diluk maneh Mas”
“Yoo, ayoo terus, terus, terus sing banter Mas,” rengeknya.
“Aaahh”

Kurasakan cret cret cret dan asin, hangat dimulutku dan terdengar erangannya tanda puas, kemudian dia membantu aku berdiri dari jongkokku karena memang tempat itu bergoyang-goyang terus, setelah itu aku segera menyelinap keluar dan segera menuju kepintu belakang dekat kamar mandi itu. Tidak berapa lama kemudian dia menyusul keluar setelah terlebih dulu dia merapikan pakaiannya dan tidak berapa lama kereta berhenti distasiun Krian dan dia segera turun sambil melambaikan tangannya dan tersenyum katanya,

“Ngenteni sepur sing ngetan (Surabaya)”

Akupun membalas lambaian tangannya, dan akupun juga tidak berharap banyak untuk bisa menjumpainya lagi karena memang aku jarang sekali berpergian dengan menggunakan kereta api, dan ternyata perjalananku yang kedua itu juga membawa keberuntungan untuk bertemu dengannya lagi dan tidak tahu apakah dalam perjalananku selanjutnya akan bertemu dengannya atau tidak. Kita tunggu aja yaa.

Tamat

Celana dalam seksi

Sejak kelas 2 SMA, aku selalu tertarik dengan celana dalam yang super seksi dan mini. Pertama kali pula aku membeli celana dalam String Bikini (yang pinggangnya hanya karet saja tetapi pantatnya masih tertutup) kelas 2 SMA. Setiap kali memakai celana dalam itu, selalu ‘anu’ ku menjadi tegang, bisa dipastikan dulu, tiap memakai celana dalam itu, selalu masturbasi.

Menginjak masa kuliah, fantasiku makin berkembang dengan ingin mengetahui siapa saja yang memakai celana dalam seksi semacam yang kupakai dan bagaimana bentuk anunya. Apakah mereka (orang-orang yang pake celana dalam itu!) juga terangsang dan melakukan masturbasi setiap menggunakan celana dalam itu?

Aku tidak tergila-gila dengan celana dalam kotor bekas orang atau yang ada bekas air maninya. Itu jorok sekali! Tapi aku suka menggunakannya (celana dalam bersih dan seksi) dan dengan senang hati akan aku perlihatkan kepada orang-orang yang mau melihat juga.

Sampai sekarang, koleksiku sudah tak terhitung banyaknya. Sekarang, aku selalu menggunakan celana dalam G-string/thong, yang bagian pantatnya tali doang, dengan bahan yang tipis atau yang nerawang sekalian, jadi kesannya (dan memang!) seksi sekali. Tiap kali aku ganti pakaian seragam kerja diloker, semua rekan kerja melihat dengan takjub dan aku yakin, beberapa dari mereka juga terangsang.

Akhirnya semua celana dalamku termasuk celana renang, bisa dikatakan yang minim sekali. Kalo anuku tegang, pasti sudah keluar dari sarangnya. Aku selalu bertanya-tanya, siapa saja orang yang membeli celana dalam model begini, karena tiap kali ada model baru, dalam waktu sebentar semua sudah habis terjual. Begitu pula celana renang. Tiap kali ada yang baru dan seksi, dalam sekejap habis terjual. Sampai suatu hari pertanyaannya terjawab.

Satu hari aku pergi berenang ke salah satu kolam renang favoriteku. Kolamnya bersih dan cukup sepi pada saat-saat tertentu, sehingga kadang-kadang aku dapat melepas celana renangku dan berenang telanjang bulat, tanpa harus diketahui orang. Aku pergi pagi hari pukul 09.00. Hari itu aku memakai celana renangku yang termini dan tersexy, tali pinggangnya tidak lebih besar dari satu jari tangan, dan menggunakan karet elastis. Aku belum pernah melihat orang lain menggunakan celana renang yang sama.

Pagi itu kolam renang sepi, hanya aku sendiri yang berenang, dan seperti kebiasaan, aku melepas celana renang dan berenang telanjang bulat. Anuku sudah tegang dari sejak membuka celana, tapi rasanya kurang sreg kalau dilakukan di dalam kolam. Baru dua lap aku berenang, ada seorang laki-laki lain yang masuk areal kolam renang. Cepat-cepat aku berhenti dan mengenakan celana renang yang kusangkutkan pada lenganku. Aku berhenti dan memperhatikannya dari jauh. Pada saat dia membuka celana dan bajunya untuk berenang, aku melihat dengan terperanjat, karena dia menggunakan celana renang yang persis dengan celanaku hanya berbeda warna. Kemaluanku langsung tegang dan terangsang. Aku tidak berani berenang lagi dan berhenti di pinggir kolam, tidak berani untuk keluar juga.

Tak lama kemudian dia mulai berenang dan melihat ke arahku. Dia cukup tampan, dengan dada yang bidang dan kemaluannya cukup besar (terlihat jendolannya cukup besar!) Dia mengenakan kaca mata renang dan berenang tidak jauh dari tempat aku berdiri. Tiba-tiba, setelah berada dekat denganku, dia berhenti, dan memandangiku sambil tersenyum.
“Kenapa, Mas?”, tanyaku.
“Enggak, Mas pake celana renang sama dengan celana renangku!”, sahutnya.
“Iya, aku juga kaget waktu ngeliat kamu pake celana renang yang sama”, Kataku lagi.
“Mas lagi bangun, yah, tititnya keluar dari celana renang”, katanya tanpa malu-malu.

Aku sedikit kaget dan malu, langsung berusaha memasukan kembali penisku ke dalam celana (tapi tidak berhasil!).
“Nggak Papa, kok, sekarang aku juga jadi bangun. Kenalin, aku Dito”, katanya lagi membuka percakapan “pegang aja, kalo nggak percaya”, sambil tangannya menuntun tanganku memegang bagian depan celana renangnya.
Astaga! Terasa hangat dan berdenyut dan benar dugaanku, cukup besar untuk ukuran orang Indonesia. Aku sedikit kaget (dan senang!) melihat sikap dan kelakuannya yang terus terang. Aku diamkan aku ketika tangannya memegang kemaluanku.
“Punyamu besar juga, lho, sama dengan punyaku”, katanya dengan nada gembira.

Kami kemudian berenang bersama selama setengah jam, kemudian aku naik dari kolam renang dan menuju ke kamar bilas.
“Eh, tunggu dong, saya juga sudah selesai”, kata Dito. Aku sungguh tidak mengira akan terjadi peristiwa yang menyenangkan ini, dan langsung menunggunya. Kami berdua berjalan menuju kamar bilas. Saat aku hendak berbilas, Dito mengikutiku sambil berkata, “Mandi bareng yuk!”, dengan cepat aku menganggukkan kepala. Kubuka celana renangku, dan melangkah menuju shower. Kemaluanku mulai menegang kembali.

Kemudian Dito, ikut bergabung di shower sebelahku, kemudian dia juga melepas celana renangnya sehingga kami berdua dalam keadaan telanjang bulat dan kemaluan keras menegang saling meberdiri. Dito mendekatkan dirinya dan penis kami saling bersentuhan, kemudian dia berjongkok dan mengulum kemaluanku beserta bijinya, aku mengerang keenakan. Dito tahu bagian mana yang nikmat dan sensitif pada penisku.

Setelah sepuluh menit, aku angkat dia dari jongkoknya dan giliranku sekarang berjongkok di hadapannya dan mengenyot penisnya. Giliran dia yang mengerang kenikmatan. Kurasakan pre-cumnya yang sedikit asin. Tangan kiriku berada di pangkal kemaluannya sementara mulutku mengulum kemaluannya, tangan kananku berada di pantat dia yang bulat dan jariku bermain.
“Ahh.., ahh.., aku sudah dekat, nih!”, kata Dito sambil pantatnya makin cepat maju mundur. Makin aku hisap dengan kuat penisnya yang makin terasa hangat dan berdenyut, sementara tangan kananku mulai mengocok kemaluanku sendiri.
“Aahh..”, Dito mengerang dan cairan hangat menyembur ke dalam kerongkonganku. Lepas sudah air mani Dito, kutelan sari laki-laki tersebut dengan hausnya, sementara tanganku makin cepat mengocok kemaluannya dan, “aahh..!”. Air maniku tumpah di lantai kamar bilas. Lepas dan nikmat sekali.
“Yah, aku juga mau ngerasain punya kamu”, kata Dito sedikit kecewa.
“Aku janji kamu bakal ngerasain punyaku juga”, jawabku.

Kemudian kami berbilas dan membersihkan diri. Untung kolam renang pagi itu dalam keadaan sepi dan tidak satupun orang masuk selam itu. Selesai berbilas, kami mengeringkan diri dan siap-siap memakai pakaian.
“Kok, peler kamu masih keras dan tegang juga sih, masih mau lagi yah!”, Tanya Dito melihat kemaluanku yang belum turun.
“Nanti kalo udah pake celana dalam juga turun sendiri”, sahutku. Kupakai celana dalam G-stringku yang berwarna kulit.
“Hah, celana dalemnya seksi banget”, kata Dito.
“Semua celana dalemku model ginian, abis nikmat sih dipakenya dan kelihatan seksi”, kataku lagi.
Tiba-tiba Dito langsung mengenyot kembali penisku yang masih keras”, Dit, ntar ada orang masuk!”, kataku sedikit kaget melihat spontanitasnya.
“Biarin, gue pokoknya mau ngerasain punya lu”, jawabnya.

Dito mengisap penisku dengan ganas sehingga aku terangsang lagi. Dia jilat seluruh kemaluanku, kadang-kadang dijilat bersama-sama dengan celana dalamku, sehingga semua menjadi basah.

Kemudian dengan cepat dan bernafsu dia menggerakkan kepalanya maju mundur dengan cepat dan isapannya makin kuat. Kupegang kepalanya dan aku bersandar ke dinding. Makin lama makin kuat.
“aah..!”. Akhirnya semprotan maniku tumpah ke dalam mulut Dito dan lebih banyak dari yang pertama sampai membasahi celana dalamku. Semua langsung dijilat bersih oleh Dito.

Badanku terasa ringan sekali, dan Dito tersenyum puas melihatku. Aku pulang tidak memakai celana dalam lagi karena sudah basah, padahal aku hanya mengenakan celana pendek. Sore itu, kejadian yang sama terulang lagi, tetapi kali ini di rumah Dito.

Adakah yang lain yang membeli celana dalam G-string/thong? Seperti apakah bila dipakai? Pasti ada yang beli, tidak hanya aku yang beli celana-celana itu.

Tamat

Berburu burung

Aku akan menceritakan, kisah unik ini karena baru saja terjadi, kira-kira 2-3 bulan yang lalu. Cerita yang mungkin tidak akan banyak orang yang percaya kalau yang melakukan itu aku, karena pada dasarnya aku berwajah imut, pendiam dan cenderung pemalu, meski aku dilahirkan sebagai laki-laki.

Oh ya, sebut saja aku Fik, umurku 15 tahun, aku duduk di kelas 1 SMU di kota S di Jawa Tengah.Namun cerita ini terjadi sewaktu aku di sebuah kota kecil di Jawa Timur, sebelum aku pindah ke kotaku sekarang. Awal kejadiannya mungkin pikiranku yang penuh sesak dengan hal-hal yang berbau pornografi, majalah, buku, novel atau kaset VCD yang kukoleksi, tidak tahu sekarang jumlahnya berapa di kotak rahasiaku, termasuk main internet sebagai hobby baruku. Parahnya, aku melakukan tindakan gila ini pada seorang bocah ingusan, dia tetangga sebelah rumah, Wen namanya. Dia masih kelas 6 SD. Meski tinggal bersebelahan tetapi baru sekitar satu semester ini kami akrab karena aku punya senapan angin untuk berburu dan dia suka juga berburu, sehingga waktu itu kami sering main bersama.

Pagi itu, hari Minggu, aku sudah berada di pekarangan belakang rumahku mencoba senapanku, dan mulai menembak, ternyata dia pun sudah berada di situ, hingga akhirnya kami pun berdua pergi ke sawah, menembak burung. Meski banyak sekali burung, tetapi kami sedang sial, karena tak seekor pun kami dapatkan hingga siang hari. Hingga kami putuskan untuk istirahat dulu di dangau tengah sawah karena kami rasa langsung pulang terlalu panas, sementara kami membawa bekal sedikit makanan sehingga tak perlu takut kelaparan.

Sambil menikmati makanan aku pun memulai obrolan.
“Wen, sekarang umurmu berapa?”
“11 tahun, kenapa Mas?” jawabnya balik bertanya.
“Wen kamu pernah onani?”
“Nggak, Mas.” katanya sambil beringsut hendak berdiri.
“Mau kemana Wen?” sambil kupegang celananya, tapi.. “Ssrett..” celananya malah merosot hingga terlihat kelaminnya, kulihat merah padam wajahnya. Sambil membetulkan celananya.
“Mas, Fik..” pekiknya.
“Maaf, aku nggak sengaja,” kataku, “Ah gitu saja malu, kita kan cuma berdua, sama-sama laki-laki lagi, aku saja nggak malu kalau kamu mau lihat anuku,” sambungku menggoda.
“Tapi Mas.”
“Ah kamu, nih aku tunjukin punyaku.” sambil kubuka reitsleting celanaku dan kukeluarkan penisku. Wen pun duduk kembali di sampingku.

“Kamu nggak malu Mas?”
Aku pun hanya menggeleng.
“Kamu tahu kagak onani?”
“Nggak, onani apaan Mas.”
“Onani itu mengeluarkan sperma dari penis ini, rasanya enak banget.”
“Apa iya Mas, bukankah dari penis yang keluar air kencing?”
“Bukan itu saja, ada air kental putih yang bisa keluar dari sini, itu namanya sperma.” jelasku.
“Oo air mani, aku pernah dengar dari guru ngajiku.”
“Begini nih caranya,” jawabku sembari mengocok penisku pelan-pelan, lama-kelamaan semakin cepat hingga penisku yang tadi sebesar jempol kaki sekarang sudah menegang bertambah besar dan menegang agak kemerahan. Wen pun hanya menelan ludah melihatku, sementara kulirik celananya, ada benjolan di selakangannya, rupanya dia pun terangsang melihat permainanku. Aku pun terus melakukan kocokan pada penisku hingga kurasakan spermaku mau keluar, sebentar kemudian kuhentikan dan kupegang tangan Wen dan mendekatkannya ke penisku.

“Wen, coba kamu yang mengocok.”
“Nggak mau Mas”
“Ah kamu.. begini lho.” sambil kusentuhkan pada penisku dan sesaat kemudian dia berubah pikiran dan segera memegang batang kelaminku, begitu kuatnya sehingga terasa sekali jepitannya dan dikocoknya pelan-pelan, kemudian dia percepat setelah kusuruh mempercepatnya hingga aku tidak tahan lagi, mengeluarkan spermaku.

“Ah, Wen..” aku mengerang sambil memiringkan tubuhku ke arah Wen dan, “Crott.. crott.. crott..” cairan putih kental menyembur dari ujung penisku, berceceran diantara tempat duduk kami.
“Ah, enak sekali kocokanmu, enak banget.”
“Apa iya Mas.”
Aku pun mengangguk pelan.
“Gimana kamu mau coba?” seraya tanganku meraih selakangannya yang dari tadi menonjol.
“Jangan, Mas”
“Ah nggak pa-pa kok, rasanya enak banget, kamu harus coba, nggak usah malu kita hanya berdua kok,” kataku meyakinkan.
Kali ini dia tidak menghindar lagi ketika tanganku meraih selakangannya. Segara kukeluarkan penisnya dari celananya.
“Penismu besar juga, Wen” pujiku.
Untuk anak seumur dia penisnya cukup besar dan panjang apalagi dalam keadaan menegang. Langsung kubelai-belai batang kelaminnya kemudian kugenggam dan kukocok pelan.

“Wen, sekarang rasakan nikmatnya, ya.”
“Ah.. Mas,” dia hanya mendesah menikmati kocokanku. Sementara kocokanku makin lama makin kencang kemudian pelan lagi membuat dia hanya bisa menggeliat tidak karuan sambil mendongakkan kepalanya menatap langit. Aku pun kemudian menghentikan kocokanku, terlihat wajah Wen yang kaget, kocokannya kuhentikan.
“Kenapa, Mas?”
“Begini Wen, ada satu cara lagi menikmatinya, lebih enak dari yang ini namanya oral seks, yaitu dengan mulut dicoba, ya.” jelasku.
Dia pun hanya mengangguk, karena sudah merasakan bagaimana nikmatnya permainan ini. Segera kupegang batang kelaminnya dan kumasukkan ke dalam mulutku dan langsung aku menghisapnya, terlihat Wen lebih menikmatinya, terdengar berulang kali desahan nafasnya dan erangannya sambil menggelinjang.

“Ah.. Mas, enak sekali.. hisap lagi Mas.” aku pun menghisap kembali penisnya dan beberapa saat kemudian tubuhnya terasa mengejang, nafasnya pun tak karuan.
“Mas, aku mau kencing..”
“Tahan dulu Wen, sebentar lagi,” sambil kuteruskan mengulum batang kemaluannya dan sesekali aku menghisapnya. Wen semakin mengejang dan..
“Aku tak tahan lagi Mas,” sambil memiringkan tubuhnya ke arahku, aku pun segera melepaskan penisnya dari mulutku dan kupegang erat penisnya dan mengocoknya agak cepat, hingga erangan panjang dari Wen seiring sperma pertamanya muncrat dari lubang penisnya.
“Crott.. croott.. crott..” banyak sekali sperma yang keluar dari kelaminnya.
“Kamu bener Mas, enak sekali,” katanya sambil terengah-engah menahan nafasnya.
“Kubilang juga apa, emangnya aku pembohong.” jawabku.
“Wen, sebenarnya ada satu lagi cara seks yang belum kamu ketahui, cara-cara ini dilakukan jika kita nggak punya teman wanita yaitu onani seperti tadi, oral yang baru kulakukan terhadapmu dan satu lagi namanya anal seks apabila kita melakukannya dengan laki-laki juga.” jelasku.
“Apa lagi Mas” tanya Wen setengah tak percaya.
“Yaitu menggunakan anus.”
“Hii..” dia agak kaget.
“Tak apa-apa, rasanya seperti tadi bahkan keduanya bisa merasakan kenikmatan yang sama,” jelasku lagi.
“Mau mencoba?”
Ternyata diluar dugaanku, dia mengangguk tanda setuju.

“Tapi kamu harus membuat terangsang lagi, kamu kan belum ngemut anuku,” sambil mendekatkan penisku yang menegang kembali ke wajahnya. Tanpa berkata lagi dia pun langsung memegangnya dan mengulum penisku sambil sesekali dihisapnya, membuat penisku cepat menegang kembali. Tak berapa lama kurasakan penisku sudah cukup tegang dan menyuruhnya menghentikan kulumannya.

“Sekarang waktunya anal seks, kamu yang menggunakan anus ya.”
Dia pun mengangguk pelan.
“Kamu menungging membelakangiku, Wen.”
Dia pun menurut saja dan menyodorkan pantatnya ke arahku, segera kupegang anusnya dan kumasukkan penisku pelan-pelan ke anusnya. “Bleess..” tiba-tiba ia berteriak kesakitan,”Aduh, sakit Mas!”
“Sebentar lagi juga tidak.” sambl meneruskan menggerakkan penisku maju mundur di anusnya.
Dia pun terus mengerang menahan sakit, tapi itu tak berlangsung lama karena kemudian yang terdengar adalah desahan pertanda dia sudah bisa menikmatinya. Aku pun tak hanya mengocokkan penisku di anusnya, aku pun menggerayangi tubuhnya, kuremas-remas lagi penisnya yang juga mulai menegang dan mengocoknya sambil terus kumaju-mundurkan penisku di lobang pantatnya, hingga aku pun semakin mendekati keluarnya spermaku. Dia pun ternyata juga semakin menikmati karena penisnya pun menegang keras sekali, dan aku pun terus mengocoknya hingga tubuh kami merasakan bergetar dan mengejang satu sama lain. Segera kucabut batang penisku dari anusnya, “Plubb..” Wen mengerang, “Aahh.. Nikmat sekali.”

“Wen, sekarang kita kocok penis kita bersama-sama yuk.”
“Yuk..” sambil mendesah.
Kami pun kemudian duduk berhadapan dan merapatkan penis kami berdua dan mulai mengocoknya bersama-sama, pegangannya masih begitu kencang hingga beberapa saat kemudian kami pun tak kuat lagi menahan sperma yang mau keluar dan, “Croott.. crott.. croott..” banyak sekali sperma yang keluar dari kedua penis kami seiring erangan panjang kami berdua. Kami pun kemudian merebahkan tubuh telanjang kami di dangau sambil tetap memainkan kelamin kami masing-masing. Beberapa saat kemudian kami tertidur di situ karena kelelahan. Hingga kemudian sinar matahari yang sudah condong ke barat menerpa tubuh kami dan kami pun bergegas pulang. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya kami bercerita tentang enaknya permainan kami tadi.

Tamat

Bad Luck – Teddy Bear

Teddy, anak sulung Tante Maya, sejak berumur lima tahun sudah ditinggal ayahnya. Ayahnya meninggal dalam kecelakaan, sesaat setelah ia pulang dari kantornya. Sejak saat itulah Teddy kehilangan sosok ayah dalam hidupnya, yang sebenarnya sangat penting dalam perkembangan hidupnya. Oleh karena itu Teddy sangat menyayangi keluarganya yang tersisa, ibu dan adik perempuannya.

Jika dilihat dari penampilannya sehari-hari, siapapun orangnya pasti tidak akan menyangka kalau Teddy itu seorang gay. Dengan tinggi sekitar 170 cm dan berat 54 kg serta memiliki wajah yang cukup tampan, Teddy banyak disukai oleh wanita-wanita, baik teman sekolahnya maupun tetangganya. Teddy senang sekali bermain sepak bola dan bermain gitar.

Dia sering mengikuti perlomban sepak bola aentar kelas disekolahnya. Dia juga sering bermain gitar dalam kamarnya jika sedang suntuk. Teddy termasuk anak yang kalem, nggak macem-macem dalam penampilan sehari-harinya. Dia juga sedikit dimanja oleh ibunya. Terlepas dari semua itu, Teddy adalah seseorang yang kesepian..

*****

Tok.. Tok.. Tok..! Sayup terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Oh my god, sudah pagi. Dengan spontan kucoba melihat jam dinding dengan bangkit dari kasur, Dugg!! “Aww!!” Tak sengaja kepalaku terbentur kasur. Masih dengan rasa sakit dikepala, kulihat jam dinding ternyata sudah menunjuk pukul 6 pagi.

“Ted, Teddy! Indra! Kok belum bangun entar kesiangan lho!” Ternyata suara tante.

Gawat kalo tante sampai ngintip kami lewat lubang angin di atas pintu kamar ini karena kami berdua masih dalam keadaan telanjang, pikirku. Kami bangun kesiangan karena kelelahan setelah peristiwa indah yang kami lewatkan bersama tadi malam.

“Iya tante!” Teriakku membalas.
“Aduh kesiangan nih!”
“Ted, bangun! Lo kan harus sekolah!” Kucoba bangunkan teddy yang masih tertidur.
“Hey, bangun!” Kuguncang-guncangkan tubuhnya yang ‘naked’ itu.
“Entar ah.. Masih ngantuk..” Jawabnya bergumam.

Sejenak kupandangi Teddy yang masih belum sadar dari mimpinya itu. Saat tertidur seperti ini dia terlihat begitu damai, mirip sekali seperti anak-anak.

“Ya udah, gue duluan yah!” Ucapku sambil meninggalkannya terbaring sendiri diatas ranjang.
Saat aku sedang mandi, “Tok, tok, tok! Kak.. Kak!” Terdengar teddy menggedor-gedor pintu.

Lalu kubuka pintunya dan kulihat teddy berdiri didepan pintu masih telanjang.

“Kak, aku mau mandi juga, takut kesiangan!” Pintanya beralasan dengan wajah sedikit memerah.
“Ya udah masuk aja, Ted!”

Lalu kuteruskan mandiku yang memang belum selesai dengan buru-buru karena takut kesiangan. Tapi lain halnya dengan Teddy, ia terus saja ingin bermanjaan denganku, ia meraba-raba tubuh dan penisku, memelukku sambil menggesek-gesekan penisnya, Teddy terlihat sangat horny, mungkin dia ketagihan dengan peristiwa semalam, padahal tadi sebelum dia masuk ke dalam sini dia bilang takut kesiangan. Tapi semua manjaan Teddy tidak bisa aku ladeni saat ini karena aku sedang diburu waktu, aku tak mau bila aku sampai kesiangan, nilaiku dimata dosen disa jelek dan kalau nilaiku jelek ortu gue yang dirumah bakal ceramahin gue dan itu bisa lama banget.

“Ted, udah Ted entar kita kesiangan. Udah jam 6 lebih! Nanti aja kalo mau main, ok!” Pintaku halus.

Teddy seperti tersadar dari mimpinya dan langsung mandi secepat kilat. Tapi wajah kekecewaannya itu tak dapat ia sembunyikan, karenanya sebelum keluar kamar untuk berangkat kuliah aku berikan Teddy sebuah ciuman hangat dibibirnya yang kuharap dapat sedikit mengobati kekecewaannya.

Kuliah hari ini sangat melelahkan, dari pagi baru bisa pulang sore jam 5. Sesampainya dirumah aku langsung masuk kamar untuk istirahat. Di dalam kamar kulihat Teddy sedang tiduran di kasurnya.

“Jangan ngelamun aja, nggak bagus lho! entar kemasukan setan baru tau rasa.” Godaku.
“Kakak kok baru pulang sih, Teddy kan nungg..” Teddy berhenti berkata tidak melanjutkan kalimatnya.
“Nung.. Nungguin?! Oh.. gue tahu, lo pengen itu yah!” Tanyaku menggoda. Teddy terdiam, tersipu malu.
“Biasa aja Ted, kita kan ketemu tiap hari ini! Ok!” jawabku dengan senyum.
“Kak..” Teddy bergerak mendekat, ia mendaratkan bibirnya di bibirku.

Kubiarkan ia memagut bibirku, memasukan lidahnya menjelajah mulutku. Teddy mulai nakal lagi, ia mencoba membuka reseleting celanaku. Tapi..

“Sorry Ted, gue capek banget! entar aja yah!” Pintaku halus sambil menutup kembali resleting yang sudah terbuka setengahnya.

Teddy diam tak menjawab, ia lalu kembali tiduran. Aku tahu dia pasti marah karena hari ini aku sudah dua kali menolak berhubungan. Tapi mau bagaimana lagi, kali ini aku merasa sangat capek, setelah hari panjang yang melelahkan dikampus.

“Ted, jangan marah dong!” Pintaku.
“Nggak, siapa yang marah?” Jawabnya datar sambil membalikan badannya ke tembok. Memang biasanya hari-hari awal kita memulai hubungan dengan seseorang rasanya ingin terus bermanja-manjaan, dan..

Malamnya saat noton TV Teddy seperti tidak mau ngobrol dengan ku, jika tidak aku duluan yang bertanya padanya, dia tidak akan berbicara sepatah katapun. Baru jam 8 Teddy sudah masuk kamar, padahal biasanya ia suka nonton TV sampai larut malam. Tapi kubiarkan saja, mungkin ia bakal baikan dengan sendirinya setelah tidur. Jam sepuluh barulah aku masuk kamar, kulihat Teddy diatas ranjangnya tapi ia belum tidur, ia malah sedang mendengarkan sebuah lagu di radio.

“Kok belum tidur, Ted?” Tanyaku, tapi ia tetap diam tidak menjawab. Lalu ku kunci pintu, kuhampiri dia dan kumatikan radionya.
“Kak, kok dimatiin sih radionya?”
“Aku lagi ngedengerin nih.”
“Lagunya Maroon five tuh!” Teddy terus menggerutu.

Tapi gerutuannya terhenti saat kucium bibirnya. Sebenarnya aku masih capek, tapi aku tak bisa membiarkan Teddy terus bersikap acuh padaku karena akupun membutuhkannya atau lebih tepatnya kami ini saling membutuhkan.

“Malam ini akan jadi malam yang sangat indah buat kita.”
“Gue mau ngasih sesuatu yang spesial buatmu.” Kucoba meluluhkan hatinya yang sedang kesal dengan kata-kata ku, dan nampaknya aku berhasil.

Kuciumi bibir dan lehernya sedangkan teddy melepaskan celana model Hawaii yang melelekat padanya. Kubantu ia melepaskan celana yang baru terbuka sampai lutut. Teddy kemudian membuka t-shirt diikuti olehku, membuka t-shirt dan celana jeans ‘ECKO’ yang melekat hingga kami hanya memakai CD saja. Dalam keadaan berdiri kami berciuman, sambil saling meremas rambut dan pantat yang masih terbungkus CD, penuh gairah terlebih lagi Teddy yang dari tadi sangat bernafsu ingin bercinta.

Kuselipkan jariku masuk kedalam CD-nya, lalu menyelinap diaentara belahan pantatnya mencari sebuah lubang keperjakaan milik Teddy. Kuturunkan badan ku sehingga wajahku tepat berada didepan CD-nya. Kubuka CD-nya dengan tanganku sampai kulihat penis Teddy yang sudah tegang, tegak mengacung. Kukulum penis Teddy yang menggairahkan sambil terus meremas-remas pantatnya. Kulumuri tanganku dengan air ludah yang kemudian kuoleskan diatas lubang analnya.

Sambil mengoral Teddy, aku masukkan jariku ke dalam lubangnya yang sudah kulumuri air ludah sehingga licin dan satu jari ku dengan mudah masuk. Kucoba masukkan dua jari, masih bisa, lalu tiga jari, Teddy agak kesakitan karena lubangnya yang masih perjaka, cukup sempit jadi kumasukkan dua jari saja. Lalu ku gerakan dengan lembut agar Teddy tidak merasa sakit.

“A.. Aa.. Ah.. Haah.. Haah..” Jilatan-jilatan dan kulumanku yang semakin memburu membuat teddy mengerang-erang nikmat, dan tanpa permisi..

Crott.. Crott.. Crott.. Tumpahlah cairan kelelakiannya yang hangat masuk kedalam mulutku. Lalu kubaringkan setengah badannya tengkurap diatas kasur sedangkan lutut dan kakinya diatas karpet sahingga pantatnya nungging tepat kearahku. Kemudian kutumpahkan sperma yang ada dimulutku keatas pantatnya, terus mengalir ke lubang analnya, lalu kumasukkan batang pria kebanggaanku, masuk perlahan memasuki lubang sempitnya.

Perlahan kukeluarkan lagi, lalu kumasukkan lagi, terus kuulang sampai lubangnya terbiasa dengan penisku. Setelah itu baru kupercepat gerakku sedikit demi sedikit, sampai kecepatan maksimum. Teddy sendiri hanya bisa menggigit bantal yang ada didepannya, sekaligus untuk meredam suara desahannya. Saat kurasa spermaku akan keluar, gerakanku melambat dan saat spermaku keluar kutekan penisku dalam-dalam beberapa kali hingga cairanku memenuhi lubang analnya malah sampai meluap keluar.

“Ah!!” Mulut Teddy terlepas dari bantalnya sehingga teriakannya terdengar cukup keras.
“Aa.. Ah..” Desahan pelanku menandai habisnya tenagaku dan aku pun terkulai lemas, telentang diatas kasur tepat disebelah Teddy.
“Ted! Teddy!”
“Kenapa kamu teriak, ada apa?” Terdengar suara tante dari lantai bawah. Sepertinya dia mendengar teriakkan Teddy.
“Nggak kok Bu, jari Teddy kejepit laci!” Teddy berteriak keras dengan sisa tenaganya agar tante tidak curiga dan naik keatas.
“Ini juga lagi pake obat merah.”
“Ya udah, lain kali hati-hati!” Teriak tante dari bawah dan sepertinya ia tidak curiga.
“Kak, makasih yah hadiahnya.” Terdengar suara Teddy berbisik ditelingaku diiringi sebuah ciuman hangat mengaentar tidurku.

Esok paginya aku berangkat kuliah, tapi kali ini kami tidak kesiangan lagi karena sekarang ada alarm jam yang senantiasa setia membangunkanku tiap paginya.

*****

Di kampus aku punya seorang teman, dia itu pria yang sangat tampan. Semua mata wanita akan tertuju padanya bila melihatnya, namanya Arul, anak tunggal dan cukup kaya. Pertama kali aku melihatnya yaitu pada saat aku ospek sebelum masuk kuliah. Walaupun kami tidak berada dalam grup yang sama, tapi kami sering sekali bertemu. Sebenarnya saat melihatnya aku ingin sekali memandangnya lebih lama, tapi aku tak mau dia merasa curiga. Jadi, kupendam saja perasaan suka ku padanya. Ternyata terjadi hal yang tak terbayangkan sebelumya oleh ku. Saat aku masuk kelas untuk pertama kalinya aku kuliah, kulihat dia dalam kelas ku, ternyata Arul sekelas denganku. Dan kini ia menjadi temanku.

Jika aku menyukai seseorang, hubunganku dengan orang itu pasti tidak begitu dekat karena perasaan suka yang kumiliki. Aku tidak mau pertemananku rusak hanya karena perasaan sukaku padanya. Bagiku hanya dengan menjadi temannya pun aku sudah bisa itu sudah cukup walaupun tidak sepenuhnya seperti yang kuinginkan.

Tamat

Atas nama cinta

Saya Adam, saya mendirikan usaha salon sejak 5 tahun lalu semua di mulai dari nol dan sekarang usaha saya sudah berjalan lancar. Singkat kata hari ini saya harus memecat seorang karyawan karena masalah Korupsi, saya tidak pernah membenarkan itu berapapun jumlahnya. Karena kesal lama menunggu kedatangannya saya mencoba iseng menyalakan komputer dan masuk ke room chatting.

Dari beberapa user ada 1 orang yang berhasil menarik perhatianku. Dia mengaku bernama Hendra tinggal di bilangan Jakarta Utara, wah tidak terlalu jauh dari tempatku tinggal tidak ada salahnya untuk melanjutkan pembicaraan ini ke tahap lanjutan. Singkat kata aku dapat nomor teleponnya dan hati merasa senang.

“Hai, apa kabar?”, kataku dalam percakapan telepon dengan Hendra, “baik, kapan main ketempatku?” katanya. Wah ajakannya membuat hatiku senang dan saya memutuskan untuk datang ke tempatnya malam itu juga.

Sedikit kecewa karena saya terlambat dari janji yang seharusnya tiba di tempatnya pukul 21.00.
“Maaf ya aku terlambat” kataku.
“Tidak apa-apa, ayo silahkan masuk.”
Ruangan rumahnya ada di lantai 2, ternyata dia mengontrak di lantai atas sedang penghuni di lantai 1 ada beberapa orang wanita lanjut usia dan seorang diantaranya adalah pemilik rumah. Kami naik ke atas lalu terlibat dalam perbincangan hangat dan kemudian darisana ku ketahui bahwa dia seorang yang baik, bekerja di bidang pendidikan dan orang yang jujur pula. Dia bercerita betapa menderita hidupnya beberapa tahun lalu, sebatang kara hidup di Jakarta dan harus mengadu nasib tanpa adanya sanak saudara. Hatiku merintih perih membayangkan susahnya mencari sesuap nasi di Ibukota tanpa bekerja. Dia seorang guru freelance sekarang ini dan tempat dia tinggal sekarang ini adalah bantuan dari pihak yayasan tempat dia bekerja, sungguh malang nasibnya. Saya merasa tidak nyaman bertamu ke tempat orang sampai larut malam dan kemudian memutuskan untuk pulang.

Keesokan siang harinya saya datang kembali untuk menemuinya, sungguh Hendra seorang yang menarik, berperawakan sedang, jantan dan sopan dalam bertutur kata. Dia menceritakan tentang mantan pacarnya, seorang yang sabar yang dikenalnya lewat room chatting dan langsung jadian meski belum pernah bertemu dan membuat komitmen. Menyesal namun terlanjur menjalani karena komitmen walau tidak suka jawabnya, hem agak janggal menurutku. Dan terkaanku benar, “aku selingkuh dengan beberapa pria dan pacarku tidak pernah cemburu” jawabnya. Aku menanyakan bagaimana dia bisa tetap melanjutkan hubungan mereka selama 2 tahun kalau batin mereka tersiksa. “Aku sudah beberapa kali menyatakan putus ke pacarku tapi dia kerap kali menangis dan memohon untuk tidak di tinggalkan, aku tak tega maka dari itu saya tetap bertahan. Sampai suatu ketika dia yang memutuskan hubungan kami dan parahnya aku telah benar-benar jatuh cinta kepadanya.” singkat cerita Hendra kepadaku.

Kami duduk bersila di depan TV menonton tayangan DVD walaupun tidak terlalu serius untuk di tonton. Perlahan Hendra memelukku dan aku membalasnya dengan ciuman hangat. Hatiku bagaikan terbang melambung dan bahagia di perlakukan begini. Sedikit napasku tertahan merasa kebahagiaan. “Aku senang berada di sini bersamamu, menikmati waktu berdua denganmu dan aku berharap suatu saat nanti kamu bisa menjadi orang sukses” kataku, dan dia melanjutkan “semoga kita bisa tetap bersama, aku menyukaimu dan berharap kamu tidak pernah meninggalkanku.” Ciumannya semakin panas dan membara dia menentengku masuk ke kamar, “oh Tuhan hatiku merasa sangat panas dadaku seakan mau meledak dia orang yang tepat untukku.” gumamku dalam hati. Aku menservis dia, segala oral kulakukan demi kebahagiaan dan kesenangannya. “Boleh aku fuck kamu?” pintanya, “apapun kuberikan sayang” jawabku. “Ourgh….” erangku saat miliknya yang besar berhasil masuk. Aku mengambil posisi diatas untuk memuaskan Hendra dan dia tidak butuh waktu lama untuk mencapai klimaks. “ouh… aku mau keluar” erangan dari mulut Hendra begitu dasyat bak harimau mengaum, oh lelakiku yang tangguh meski aku tidak mencapai klimaks asal kau bahagia tidak mengapa. Malam itu aku menginap di rumahnya.

Aku tidak dapat tidur nyenyak di malam hari, Hendra kembali melanjutkan hasratnya untuk kedua kali. Betapa bahagia kurasakan. Pagi haripun dia masih menginginkanku dan kembali kulanjutkan servis yang terbaik untuknya, tetap tanpa kurasakan klimaks.

Hari-hariku tidak pernah kurasakan sepi meski tidak setiap hari bertemu tapi lewat telepon dan suara Hendra yang kudengar sudah lega rasanya. 1 minggu setelah pertemuanku dengannya aku mengajaknya untuk pergi berlibur ke Surabaya. Sempat dia menolak dengan alasan tidak ada uang untuk pergi dan aku membuat kesepakatan untuk membayar segala tiket, hotel dan makanannya. Aku bahagia akan cinta yang kudapat.

Setiba kami di Surabaya jam 09.30 pagi kami merubah rencana untuk terbang ke Bali. Hendra belum pernah ke Bali dan ini adalah liburan pertamanya, kami sempat menunggu beberapa jam di airport setelah membeli tiket dengan penerbangan jam 02.00 siang. Singkat kata tibalah kami di hotel di kawasan kuta Square. Ada sedikit kejanggalan dari sikapnya hari ini, diam dan tidak banyak bicara. Beberapa kali kucoba untuk menghiburnya dan nyatanya sia-sia. Aku bertanya “bagaimana supaya membuat hubungan kita ini berjalan lama dan bukan hubungan singkat?” jawabnya, “kamu harus menjadi seorang yang kreatif.” Aku kembali senang karena Hendra kembali ceria dan dia mencumbuku mesra di kamar hotel, kemudian kami tidur.

Keesokan harinya kami pergi berkeliling bali menaiki motor yang kusewa, beberapa tempat wisata kami kunjungi. Malam hari dia ingin melihat Q-bar, gay cafe dan aku berjanji untuk membawanya dan memperlihatkan dunia gay di bali. Betapa kagetnya ketika dia memulai tingkah tebar pesonanya ke beberapa bule di sebelah, apakah dia tidak merasakan bahwa aku melihat dan ada di sebelahnya? Kutepiskan segala perasaan negatifku terhadapnya. “Bisakah kau ke atas sebentar dan tinggalkan aku?” Jawabnya, agak bingung akan permintaannya namun ku luluskan permintaannya. Di ruangan atas kurasakan ketidak nyamanan, aku merasa hening dan kesepian meski musik berdentang keras, 5 menit, 10 menit, 15 menit aku memutuskan untuk segera turun dan menemui Hendraku yang tercinta dan kagetnya diriku melihat dia sedang berduaan dengan seorang bule. Aku keluar dari cafe tersebut, dia tidak melihatku, oh Tuhan apa yang harus kulakukan haruskah kutinggalkan dia sendiri disini dan kembali ke hotel? Tidak, aku pergi ke Bali berdua dan pulang ke Jakarta pun harus berdua. Aku memutuskan untuk masuk. “Hai” aku duduk kembali ke meja kami dan menyapa Hendra. Dia agak kaget, “kenapa cepat kau kembali, dia ingin mengajakku ke hotelnya.” Aku merasa hatiku di iris-iris dan sangat kecewa, tidak mengapa sampai saat ini kita belum berkomitmen. Hendra membatalkan kelanjutan pembicaannya dengan si bule dan memutuskan untuk kembali ke hotel tempat kami. Dia memilih bungkam semalaman sampai esok pagi kami harus kembali ke Jakarta.

Beberapa hari setelah di Jakarta aku menelepon Hendra di sore hari “Tolong jangan hubungi aku, menelepon ataupun Sms sampai tanggal 10 Juni, aku harus pergi ke Bandung urusan pekerjaan.” Oh Tuhan berarti aku harus menyepi tanpa bertemu ataupun mendengar suaranya. Sedih, kaget segala perasaan bercampur. ” Mengapa?” Tanyaku, dan jawaban terakhirnya “tunggu tanggal 10 Juni akan ku jelaskan.”

Waktu yang hampa menderaku, pernah kucoba Sms dia dan bertanya alasannya yang tidak masuk akal, jawabannya adalah bahwa aku seorang yang possesif. Aku sedih mendengarnya, kucoba bertahan dan sabar menanti sampai bulan depan tiba.

Tanggal 10 Juni sore hari aku memutuskan untuk meneleponnya menuntut jawaban pasti atas sikapnya. “tidak sekarang lewat telepon saya akan menjawab kamu tapi lewat email, tidak enak bicara langsung.” Keesokan hari kudapatkan jawaban yang menyakitkan dan sangatlah klise dari Hendra, “maafkan saya yang tidak bisa berbohong, saya bukan orang munafik, selama kamu tidak menghubungi saya ada orang lain yang telah masuk ke dalam kehidupan saya. Adikku telah selesai dengan pendidikannya dan sekarang dia tinggal bersamaku, so maaf kamu tidak bisa datang ke rumahku lagi.” Aku telah berkorban demi cinta, apa yang kulakukan selama ini adalah atas nama Cinta. Dan kata-kata terakhir dariku untuk Hendra adalah, “aku mencintai seseorang dan terus berjuang demi kelanjutan cinta. Tapi ada kalanya aku harus berhenti menyayangi seseorang apabila orang tersebut tidak pantas untuk di sayang”

Aku tahu dan kemudian tersadar bahwa dia bukanlah orang yang baik, 2 bulan kemudian ketika aku masuk ke room chatting aku bertemu lagi dengannya. Dia yang duluan menghampiriku, walau sudah lama tidak berjumpa namun sudah kucurigai bahwa orang ini adalah Hendra. Kutanya tinggal dengan siapa dan siapa mantan pacarnya namun dia tidak pernah menyebutkan bahwa saya adalah orang yang pernah dekat dengannya. Mantan pacarnya orang Bandung. Ku ketahui bahwa selama saya bersamanya dia sudah bermain api dan sedang berpacaran dengan lelaki asal Bandung. Tuhan salahkah aku ini, tidak layakkah aku untuk dia, apakah kekurangan yang dimiliki olehku, aku sudah berkorban dan kesedihanlah yang kudapatkan.

Tamat

Antara dua rasa

Di ceritaku berjudul “Aah.. Hidup Ini,” perjakaku hilang mengenaskan terenggut oleh 2 PSK akibat ulah para seniorku di semester enam saat sedang dalam masa permagangan, menyusul kubuang anganku menjadi ABK meski cita-cita menjadi marinir yang ditentang orang tua bisa sedikit terobati dengannya harus kandas juga aku harus rela. Aku memilih daratan. Kuputuskan untuk fokus pada kuliahku yang kuabaikan saat mengikuti pendidikan pelayaran. Jurusan teknik asyik kok, apalagi konsentrasiku di bangunan air. Aaiih, tujuh tahun kuliah, akhirnya lulus juga.

Kesibukanku bertambah, seiring bertambah dinamisnya Jogja yang sedang membangun. Meski design rancang jembatan yang kupresentasikan disetujui, namun harus ada perubahan sehingga membuat kerjaanku menumpuk. Lama berkutat dengan program autocad yang pelik, membuatku stress dan mag-ku kambuh. Awalnya aku tidak enak hati atas saran istriku untuk pergi ke dokter keluarga. Jam lima pagi? Aah pastinya akan sangat menganggu dokter. Tapi perih di lambungku tidak kunjung pergi. Aku tidak mau tambah parah, dan lagi jam enam pagi aku sudah harus ke lokasi untuk pengecekan awal.

Bel rumah di kawasan elit di kawasan Jogja Tengah itu sedikit ragu kupencet, berharap penghuninya segera keluar. Kubayangkan wajah tidak ramah akan menyambutku, namun ternyata tidak. Meski semula sempat masam, namun senyum itu segera mengembang, begitu tahu yang datang aku. Mungkin karena kami langganan setianya, dan sudah tidak bisa dihitung lagi seberapa sering dia ke tempat kami.

“Maaf, Pak Dokter. Mag saya kambuh!” sambil memegangi lambungku bergegas aku duduk di kamar periksanya lalu dipersilahkan aku untuk berbaring. Tapi sial, karena keburu, aku kesrimpet langkahku sendiri. Aku terhuyung dan menabrak meja kerja dokter. Aku berteriak mengaduh karena tepat di tengah selakangangku menabrak persis pojok meja itu. Aku berteriak kesakitan saat rasa sakit itu menghajar daerah selakanganku, sambil kupegang erat penisku dan buah pelirku. Rasa perih di lambungku justru berganti ke buah pelirku. Aku sempoyongan.

“Hati-hati, Dik!” sang dokter menangkap tubuhku. Dipapahnya aku, lalu dibaringkan. Aku terus mengaduh, bahkan semakin keras. Kupegangi erat daerah selakanganku. Kulihat sang dokter itu sedikit gugup mencari sesuatu. Dia membuka celana jeansku setelah sebelumnya berkali berucap maaf. Rasa malu tidak sempat muncul. Aku percaya dia, apalagi sakit itu sungguh menyiksaku. Bahkan ketika dia mencopot celana dalamku, aku tidak peduli. Aku hanya ingin agar rasa itu hilang, dan benar, setelah disemprot obat, rasa itu berangsur hilang.

Aku mengangguk padanya tanda terima kasih. Ketika kusadari bahwa tangan sang dokter itu masih disibukkan dengan penisku, entah kenapa rasa malu mulai muncul. Aku mencoba menutupi penisku dengan tanganku, tapi sang dokter segera menepisnya.

“Maaf, aku harus mengeceknya apakah ada yang bagian yang parah. Jangan sepelekan, karena bisa fatal. Mungkin saja impoten!” begitu kilah sang dokter. Aku mengangguk, karena aku tidak ingin jadi lelaki loyo.

Berkali disentilnya penisku, ditarik-tarik, dan sesekali diremasnya. Rambut kemaluanku yang sekiranya mau kucukur saat mandi pagi dan akhirnya tidak jadi itu dijambaknya pelan. Semula memang tidak terasa apa-apa, namun begitu pengaruh obat itu memudar, rasa sakit itu kembali datang, meski tidak sesakit sebelumnya. Aku mengaduh, sambil kelejotan.

“Masih sakit, Pak. Ap.., apakah ada yang parah?”
“Aku tidak yakin, Dik. Aku bisa coba sesuatu, namun sedikit ekstrim, itupun kalau kau berkenan” Aku menangguk.
“Aku harus pastikan apakah penismu bereaksi dengan baik atau tidak, agar aku bisa kasih jawaban pasti”

Rasa nyeri dipenisku berangsur hilang, ketika dengan tekun tangan sang dokter memainkan penisku. Jelly yang diusapkan ke penisku menjadikan tangan dokter itu berubah bak pagutan liar pembangkit rasa. Aku memejamkan mata mencoba menghadirkan sosok istriku, berharap secepatnya tahu apakah penisku bisa bereaksi, namun tidak ada reaksi. Kupejamkan mataku rapat, mencoba menghadirkan Sharon Stone yang semalam kulihat filmnya, dan akhirnya ada reaksi. Aku berucap sukur berkali, namun kemudian aku malah mulai terbius dengan permainan sang dokter, dan tanpa sadar aku mendesah, masih dengan terpejam. Mulutku membuka tanpa kusadari. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan lumatan di bibirku. Kubuka mataku, dan spontan kutepiskan kepala sang dokter.

Sang dokter itu menggeleng berkali. Aku bingung, namun lalu kubiarkan dia. Aku anggap itu bagian dari terapinya. Lumatan bibir dokter itu begitu sahdu. Kumis yang membentang di atas bibirnya menghadirkan sensasi aneh. Apalagi saat lumatan itu berubah menjadi pagutan. Disedotnya berkali lidahku. Lidahnya sangat liar membelit lidahku. Aku kehabisan nafas. Namun semakin aku tercekat, dia semakin mempercepat lumatannya. Kurasakan tangannya telah berhasil membangkitkan penisku. Aku mulai mengerang dalam dekapan mulutnya. Kurasakan aksi dokter sudah bukan terapi lagi, ketika dengan ganas, dibukanya bajuku. Kenapa harus telanjang untuk itu? Apalagi kemudian dokter itu melepas baju dan celananya. Aku tambah bingung.

Kembali bibir itu melumatku. Nafasnya yang panas kurasakan di telingaku ketika dia membisikkan sesuatu.

“Aah, sudah lama kuimpikan ini. Aku jatuh cinta sejak pandangan pertama, ketika pertama kali aku datang ke tempatmu, sayang!” Aku terdiam, pantasan dulu kurasakan aneh ketika dia merawatku dan mata itu, gaya bahasa itu, mengingatkanku pada si bule di ceritaku yang berjudul Dompet.

“Sejak menyuntik pantatmu, aku sangat terobsesi denganmu, dan betapa mobilku telah menjadi saksi, bagaimana ganasnya kurancap penisku ketika dalam perjalanan pulang dari tempatmu dulu, honey. Ahh!” bisikan itu sangat indah kudengar, dan semakin membangkitkan gairahku terdalamku. Mulut sang dokter itu beralih ke penisku. Dilumatnya penisku bak es krim rasa vanila. Berkali dijilati, bahkan aku sendiri yang punya merasa tidak enak hati. Namun seolah dokter itu begitu menikmatinya. Gigitan-gigitan nakal di penisku sungguh menghadirkan rasa nikmat. Aku mendesah pelan, dan panjang. Aku terbang ke awang-awang.

Sensasi begitu melambungkanku ketika tangan dokter itu membimbing penisku ke anusnya. Apalagi saat anus sang dokter mulai menjepit penisku, aku tercekat, tanda merasakan nikmat. Aku memaksa penisku agar semakin masuk. Kudengar desahan kecil dari mulutnya, saat mulai kumainkan penisku di lubang anusnya. Aku sungguh terbuai entah kemana, seolah aku sedang terbang dilambungkan rasa yang sungguh tiada kan kulupa. Aku mendesah semakin cepat, ketika kurasakan ada sesuatu yang menyentak, berharap keluar dari penisku. Kucabut penisku, dan kudekap erat tubuh sang dokter. Tubuh itu semakin membelitku, dan eranganku memuncak, ketika akhirnya spermaku muncrat membasahi perutnya. Tak segera dilepaskannya tubuhku, dan aku tahu dia sedang pula berjuang menghadirkan rasa nikmat.

Kubantu gairah dokter itu dengan membisikkan kata-kata sambil kugigit telinganya. Gigitanku beralih ke puting itu saat kurasakan tangan dokter itu semakin cepat merancap penisnya. Dia mengerang panjang, ketika cairan panas kurasakan menyembur di perutku. KAmi berpagutan erat, dan lama. Berkali dia berucap terima kasih, entah untuk apa. Kubiarkan apapun yang dia lakuan padaku, ketika aku kelelahan. Bahkan mungkin aku ketiduran sejenak, karena ketika kurasakan penisku kembali tegang karena aksi sang dokter itu, aku terbangun. Aku mengelak pelan, takut menyinggungya. Dia menggeleng, namun untuk kali ini tidak, karena aku benar-benar kecapekan.

Aku tersentak, tersadar sudah jam tujuh lewat. Aku bergegas pamit karena sudah sangat telat. Dokter yang masih membujang di usia yang sudah kepala empat itu mendekapku erat, menciumiku bahkan saat aku memakai baju. Dia berkali memohon aku agar tetap tinggal, sambil tetap mendekap aku erat. Namun aku tidak bisa. Akhirnya dia menangguk, tanda setuju, namun dia memintaku agar datang lagi atau ketemuan lagi. Aku mengangguk, meski aku tidak yakin, hanya untuk menyakinkannya agar melepaskan dekapannya. Berkali berucap terima kasih, entah untuk apa. Diciumnya bibirku sekali lagi, namun kini aneh kurasakan. Aku menepisnya dengan halus, kemudian pergi. Ahh, pengalaman yang entah untuk keberapa kali bergumul dengan lelaki. Jujur, aku juga menikmati semua yang kualami, dan aku tidak mengerti, kenapa.

Aku merasa di antara dua rasa. Antara menikmati dan mencoba menerima apapun yang telah terjadi denganku, dan rasa tidak ingin menghianati kepercayaan istriku, keluargaku dan smeua yang telah menganggap aku patas dihirmati.

Aku masih belum yakin, bahwa ini kali terakhir aku bergumul dengan lelaki, karena perjalananku mungkin masih sangat panjang, dan kau tidak ingin membebaninya dengan segala tetek bengek yang justru menghambat langkahku. Aku akan sangat berterima kasih, apapun yang akan aku alami kelak, dan akan kujadikan warna lain dalam hidupku. AKu yakin tidak semua orang. Tidak semua laki-laki bisa mendapatkan pengalaman yang pernah aku dapatkan. Aku pantas bersukur, meski terkadang sangat perih terasa kala kejadian itu terjadi di saat aku tidak menginginkannya.

Tamat

Anak-anak ibu kostku

Saya baru kuliah di Jogja, dan seperti selayaknya anak-anak yang study di Jogja itu kost. Aku suka kost itu karena familiar sekali. Di kostku memang tidak seperti kamar kost teman-temanku, di kamar itu ada televisi, VCD, dan Playstation, ya selayaknya kamar anak-anak. Oh ya aku baru semester dua jadi ya mainan itu masih sangat suka sekali. Di kost terisi hanya 6 kamar dan satu rumah induk. Keluarga dari ibu kostku mempunyai anak dua laki-laki dan satu perempuan yang masih sangat kecil (kelas 5 SD), sedangkan yang tertua kelas 3 SMU, dan adiknya yang laki-laki baru kelas 2 SMP. Selayak juga anak-anaknya sering nonton TV dan VCD, bahkan main Playstation di kamarku sehingga aku juga agak terganggu waktu tidur maupun waktu belajar. Tapi aku suka terhadap mereka, karena mereka sangat imut dan lucu.

Kadang mereka sampai malam hari main Playstation di kamarku. Mungkin libido yang tinggi atau memang hasratku untuk seks amat sangat kuat, karena aku sangat tertutup sekali. Pada waktu sore biasanya yang SMP main Playstation di kamar berdua bersamaku. Aku sering memeluknya bahkan menciumnya. Pernah suatu ketika aku tidak sanggup untuk menahan nafsuku, kupeluk dia dari belakang dan kuciumi lehernya dan memegang batang kemaluannya yang masih belum membesar sampai membesar, kadang kukocok. Kalau sudah besar kutiduri dia dan kugosok-gosokan kelaminku dengan kelamin dia, tapi masih pakai pakaian lengkap selayaknya memperkosa anak kecil. Tapi dia juga menikmatinya bahkan membalas menciumku dan memelukku. Aku belum berani untuk membuka bajunya, dan bajuku, dan itu berlangsung sampai kami berdua berkeringat dan aku “keluar” serta lemas.

Dia, setelah aku lemas melanjutkan kembali main Playstationnya. Dan setelah itu aku mandi, mandinya kebetulan kamar mandi luar dipakai oleh temanku, maka aku mandi di dalam dan bersebelahan dengan kamar mandinya keluarga ibu kost. Secara tidak sengaja juga anaknya yang SMU mandi, jadi kami berdua mandi bersama tapi lain kamar. Di atas yang menghubungkan kamar mandi, jadi tidak terpisah, untuk penerangan. Aku melongok mengintip dia dari atas dan terlihat di cermin yang ada di kamar mandinya. Dia mulai buka bajunya, dan terlihatlah badannya yang sangat mulus dan putih itu, lalu dia buka celananya, wow.. batang kemaluanku mulai menegang lagi, kupegang dan mengelus-elus batang kemaluanku, dan saat yang ditunggu dia melepaskan CD-nya (celana dalam) terlihatlah batang kemaluannya dan pantatnya yang indah itu. Yang mengherankan dia bukannya langsung mandi tapi duduk di bak mandi, dan mengambil sabun, betul sekali dia mengocok batang kemaluannya, dan terlihat batang kemaluan itu menegang dan sangatlah indahnya. Dia mulai mengocoknya dengan asyiknya tanpa sadar aku melihatnya dari atas.

Aku pun membayangkan dia dan ikut mengocok juga sambil melihat dia. Tidak lama dia mengocoknya dan keluarlah spermanya, sedangkan aku belum. Dia berbalik badan dan mengambil gayung serta menyiram spermanya yang tumpah. Aku terus mengocok sambil melihat tubuh yang begitu indah. Akhirnya aku keluar juga, dan dia mandi dengan cepat sekali. Setelah mandi dia main ke kamarku, yang biasa dia lakukan.

Dan aku belum bisa mengungkapnya, padahal ingin sekali untuk mengobrol bersama dia mengenai kejadian tadi sore itu. Dua hari kemudian dia main ke kamar kostku lagi, dan ini saat yang kutunggu karena hanya kami berdua. Aku bilang ke dia kalau aku melihat dia “ngocok” di kamar mandi. Dia hanya tertawa saja dan bilang jangan bilang sama siapa-siapa. Aku mengangguk kepala, lalu aku bilang aku juga “ngocok” waktu itu, dia kaget dan bilang, “Oh ya? Kenapa Mas enggak bilang waktu itu, kan kita bisa saling ngocokin, Mas ngocok punya saya dan saya ngocok punya Mas, pasti asyik.” Aku jadi bingung waktu itu karena kagetnya bukan main serta menyesal kenapa juga tidak aku lakukan, pokoknya campur aduk deh perasaan itu. Tapi aku menganggap ini kesempatan besar, aku bilang sama dia, “Kenapa enggak sekarang kita lakuin bersama, sambil nonton VCD, mau enggak ajak aku?” Dan dia mau. Aku ambilkan VCD yang tentu saja laki-laki sama laki-laki di sana ada adegan analnya. Dan dia bertanya, “Kok bisa pantat dimasukin ‘itu’ ya Mas?” Aku bilang, “Bisa saja, mau coba?”

Akhirnya kami buka baju dan celana masing-masing, aku malu karena punyaku sudah tegang duluan. Dia memegang tanpa malu punyaku yang sudah tegang itu dan langsung jongkok, tanpa basa-basi langsung pula punyaku dimasukkan ke mulutnya. Aku mengerang asyik bukan main dan aku mendudukan diri di kasur dan menidurkan diri, aku bilang, “Mari kita atus posisi!” Akhirnya aku di bawah dan dia di atas atau 69 dia mengulumnya seperti layaknya sudah pernah dia lakukan. Aku kewalahan, dan aku merubah posisinya, kupeluk untuk kutidurkan agar aku bisa di atas, dia pun menurut saja. Kucium dia dan dia pun membalasnya dengan asyiknya. Lidah, kami mainkan serta pinggulnya digoyangkan, aku bilang kepada dia, “Mau nggak kumasukan di pantatmu?” Dia mengangguk, dan aku menjilatinya sampai basah serta dia mengerang kenikmatan yang luar biasa sambil aku kocokkan batang kemaluannya yang lumayan besar itu walupun masih besaran punyaku.

Setelah basah aku membimbing batang kemaluanku untuk masuk ke pantatnya dan “Bless!” masuklah semuanya, dia mengerang kesakitan, bahkan hampir menjerit. Aku mengaturnya dan mengocokkan batang kemaluannya serta menambah air liurku ke anusnya dan batang kemaluanku. Aku mulai maju mundur, dan dia tetap aku kocokkan. Asyik sekali pantat yang seksi itu dimasukan batang kemaluanku. Akhirnya aku tidak kuat lagi untuk menahan kenikmatan yang berlebihan ini dan keluarlah aku. Tapi sebelum keluar, batang kemaluanku kutancapkan sampai dalam dan akhirnya keluar dengan kenikmatan yang amat sangat, sampai airmaniku keluar dari pantatnya dan dia juga mau keluar maka aku keluarkan batang kemaluanku yang masih mau asyik di pantat itu, lalu kukulum batang kemaluannya dan keluarlah airmani yang sangat sedap itu di dalam mulutku yang imut ini sampai aku tidak bisa menampung semuanya, walaupun sayang tapi memang kebanyakan sih ya. Kami main itu sampai 2 setengah jam lamanya. Dan kami berdua lemas dan saling berpelukan, berciuman, serta mengelap keringat, dan senyum yang manis itu di bibirnya.

Setelah rasa capai hilang dan keringat sudah kering, dia balik ke kamar rumahnya. Besoknya kami selalu bersama, dan akhirnya kalau tidak ada kakaknya aku juga main sama adiknya. Suatu ketika aku tidak tahan juga lihat adiknya yang masih SMP itu, akhirnya kupeluk dan kuciumi dia. Tadinya dia tidak mau digitukan karena asyik main Playstation. Akhirnya, “Ya sudah, kalau tidak mau ditiduri kamu buka celananya biar kuisep,” kataku. Dia bilang, “Buka aja, lagi.” Tidak kusia-siakan kesempatan itu. Kubuka celana itu dan “nongollah” batang kemaluan yang masih loyo itu. Aku atur duduk dia, dan aku mengulumnya langsung, lama-kelamaan akhirnya tegang juga, dan terlihat dia sudah tidak konsentrasi untuk main Playstationnya, terlebih karena kalah terus. Aku terus mengulumnya tanpa pura-pura tidak memperhatikannya. Akhirnya dia menurunkan celananya ke bawah maka asyiklah aku dengan bebas mengulumnya dan dia terlihat keasyikan, dan meninggikan joystiknya dan tiduran. Aku tidak mau untuk meluangkan waktu itu, kubuka juga celanaku dan memperlihatkan punyaku yang memang dia kalah besar sama punyaku. Aku tiduri dia dan kugesek-gesekan punyaku dangan punyanya serta kami berciuman. Aku bilang, “Kamu mau ngisep?” Dia bilang, “Boleh!”

Aku pun memutar tubuhku maka kami melakukan 69. Kumainkan jariku di pantatnya dan dia mengangkang asyik sekali memang. Aku mencoba memasukkan jariku ke dalam pantatnya, dan dia pun mengerang, “Ach..” aku kasih ludah lagi di jariku dan di pantatnya, kuoleskan bodylotion di pantatnya dan kumainkan jariku keluar masuk di pantatnya, dia pun keasyikan, dia pun melakukan hal yang sama. Asyik sekali memang, lalu aku menyuruhnya untuk memasukan batang kemaluannya yang kecil itu ke pantatku, aku masih merangkak, selayaknya doggystyle, dia asyik memaju mundurkan batang kemaluannya yang bagiku itu sama dengan jariku kalau kumainkan, beda kalau kakaknya yang memasukkan batang kemaluannya. Dia bilang, “Aku mau keluar!” Aku bilang, “Entar dulu!” dan dia menahannya, lalu kusuruh keluarkan batang kemaluannya, dan menidurkannya, dia menurut saja kupegang kakinya untuk mengangkang sambil kuoleskan bodylotion ke pantatnya, serta membimbing pelan-pelan batang kemaluanku untuk masuk ke pantatnya. Dia kesakitan tapi dia bilang, “Ayoo Mas cepet masukan dong.. asyik banget nih.” Aku pun mendorongnya dan dia menjerit, “Ach.. Mas..” dia tetap memegang batang kemaluannya yang mau keluar itu. Aku pun tidak lama keluar paling hanya lima atau enam genjotan. Tapi sebelum aku keluar, aku bilang, “Aku mau keluar nih,” dan dia pun mengocok batang kemaluannya dengan cepat dan kami keluar bareng. “Ach.. nikmat memang..”

Masnya dan adenya aku dapatkan mereka berdua. Sungguh ini suatu pengalaman yang luar biasa sekali, untuk lebih lanjutnya aku mau memikirkan apakah masnya dengan adenya mau malakukan bareng denganku alias orgy? Tunggu saja episode berikutnya. Terima kasih.

Tamat

Aku, teman gank-ku dan para taruna

Aku mempunyai gank (perkumpulan) di kampus. Mereka sering berkumpul di tempat kosku hanya untuk mengobrol atau mengerjakan tugas. Salah satu dari mereka bernama Aji, dia anak asli kota Y*** (edited), tetapi rumahnya jauh, sehingga jarang sekali pulang dan sering tidur di tempatku. Aji orangnya ganteng dan mempunyai badan bagus, apalagi kalau dia memakai celana jeans yang ketat, pantatnya yang berisi dan tonjolan di antara kedua pahanya membuat hatiku berdebar-debar.

Seperti biasanya, dia memakai jeans ketat dan baju ketat. Badannya yang bagus terlihat jelas, apalagi tonjolan di antara kedua pahanya. Malam itu dia tidak pulang karena kecapaian sehabis mengerjakan tugas. Kami sama-sama tertidur pulas, namun tengah malam aku terbangun karena ingin pipis. Setelah dari kamar mandi, tanpa sengaja mataku tertuju pada tonjolan di antara kedua pahanya yang kelihatan besar. Aku jadi tidak bisa tidur, dengan hati-hati kuletakkan tanganku di atas tonjolan itu. Kuusap pelan-pelan karena takut dia terbangun. Aku belum berani bertindak lebih jauh lagi.

Dua hari setelah itu, dia tidur di tempatku lagi. Kupikir ini kesempatanku untuk lebih mengetahui, karena sebelumnya aku hanya mengelus dari luar saja. Setelah dia tidur, aku tidak bisa tidur dan kira-kira dia sudah pulas, perlahan kuraba lagi tonjolan itu dari luar. Aku merasakan tonjolan itu semakin membesar, aku semakin penasaran, dengan hati-hati kubuka resleting celananya. Kususupkan jari-jariku, aku lebih merasakan denyutan rudalnya dibandingkan dengan yang sebelumnya. Rupanya dia sudah terangsang. Aku semakin berani, perlahan kubuka CD-nya dan langsung saja rudalnya melesat keluar. Lama kupandangi batang kejantanan yang besar dan panjangnya 16 cm itu. Dengan perlahan dan hati-hati, kuusap ujung rudalnya karena takut dia nanti terbangun. Lama sekai kuusap-usap kepala batang kemaluannya, tiba-tiba dia terbangun karean kaget.

“Fi, lagi ngapain kamu?” tanyanya sambil menutupi batang kejantanannya dengan selimut.
Aku kaget sekali, “Ji, maafkan aku. Tolong ya jangan bilang siapa-siapa mengenai hal ini!” pintaku.
“Baiklah aku ngga akan ngomong-ngomong, tapi ada syaratnya!” katanya.
“Apa?” tanyaku.
Dia mendekat dan berbisik di telingaku, “Puaskan aku!”
Aku terkejut mendengarnya, “Apa?” tanyaku.
“Ya, buka bajumu dan puaskan aku sekarang!” katanya sambil melepas seluruh bajunya.
Tanpa menunggu perintahnya lagi, aku segera melepas bajuku dan langsung menciumnya.
Dia membalas ciumanku dan berbisik, “Lain kali ngomong dong, jangan seperti maling.”
Aku hanya tersenyum saja.

Kami langsung mengambil posisi 69. Kulumat dan kuhisap batang kemaluannya yang besar itu. Dia melakukan hal yang sama pada senjata kejantananku. Lumatan dan hisapannya enak juga. Entah berapa lama hal itu terjadi sampai akhirnya aku merasakan cairan hangat melewati kerongkonganku. Nikmat sekali. Tidak berapa lama, aku juga mencapai puncaknya.
“Croot.. croot.. croot..” lahar panas kumuntahkan ke kerongkongannya.
Nikmat sekali, masih kulihat dia menjilati sisa-sisanya di ujung rudalku.
“Makasih Fi, kamu betul-betul hebat” katanya.
Aku hanya tersenyum dan akhirnya kami berpelukan dan tertidur pulas.

Akhirnya masa ujian selesai juga. Kami satu gank berencana jalan-jalan. Setelah berdiskusi, akhirnya kami sepakat untuk pergi ke Tawangmangu. Kupikir, wah asyik juga nih karena di sana kan dingin.
Aku berkata sama Aji, “Ji, di sana kan dingin, pasti enak buat main.”
“Iya sih..” jawabnya, “Tapi kan banyak temen-temen.” katanya lagi.
“Ya, sebisanya kita atur lah.” kataku.
Akhirnya kami berenam berangkat ke Tawangmangu. Kebetulan di bumi perkemahan hanya ada beberapa tenda, itu pun berjauhan. Aku dan Aji sudah mempunyai rencana untuk ML (Making Love) di sana.

Malam harinya, setelah kami makan seadanya, kami buat api unggun. Udara malam itu cukup dingin, sampai akhirnya karena dingin sekali, kami sepakat untuk masuk ke tenda. Udara dingin itu membuat kami tidak bisa tidur. Kami bercerita, mulai dari cerita yang biasa sampai kepada cerita yang merangsang.
Hingga akhirnya, temanku Anto memotong, “Sayang ya.. ngga ada cewek, dingin-dingin gini enaknya sama cewek.”
Si Agus membalas, “Iya ya.., tadi kupikir yang ada di sebelah sana tuh cewek, eh ternyata cowok semua.”
Tiba-tiba Aji bicara, “Ngga usah mikirin cewek, kita juga bisa saling menghangatkan.”
Aku terkejut mendengarnya. Begitu juga teman-temanku yang lain, namun mereka tidak protes.
Tiba-tiba Anto sudah membuka bajunya sambil berkata, “Ayolah, daripada ngga ada cewek.”
Agus mengikutinya sambil berkata, “Iya.. anggap aja variasi, dari pada kita kedinginan.”

Setelah itu, empat orang yang lain sudah membuka baju dan memilih pasangan. Karena aku sudah pernah main dengan Aji, sengaja aku tidak memilih dengan dia. Begitu juga dengan dia, Aji paham dengan apa yang kulakukan. Aku memilih Anto, sedangkan Aji dengan Agus dan Aryo dengan Adit. Dibanding Aji, Anto lebih besar badannya. Aku dan Anto sudah saling membuka celana serta CD kami, begitu juga dua pasangan yang lain sudah mulai bermain saling menghangatkan tubuh. Aku kaget sekali, gila.. rudalnya Anto besar sekali, lebih besar dan panjang dibandingkan dengan punyaku. Aku menjadi semakin bergairah dan langsung ingin melumatnya, Anto mengerang keenakan. Kulihat yang lain sudah pada posisi 69. Aku akhirnya melakukan hal yang sama, batang kemaluanku dihisap dan dimainkan dengan ganasnya oleh Anto. Kumainkan lubang anusnya, Anto mengeluh kenikmatan. Anto memintaku untuk memasukkan batang kemaluanku ke anusnya, mulanya aku menolak, namun setelah dia memaksa dan aku juga melihat yang lain melakukan hal yang sama, akhirnya aku memasukkan abatang kemaluanku ke anusnya.

Kubasahi batang kemaluanku dengan air ludahku, kurangsang anusnya. Setelah dua jariku masuk perlahan, aku mulai mencoba memasukkan batang kemaluanku, mulanya sulit sekali. Dia juga kesakitan, dengan susah payah akhirnya masuk juga. Kudorong maju mundur, gila.. nikmat juga anus Anto.
Lama aku menganalnya, sampai akhirnya, “To, aku mau keluar..” kataku.
“Keluarkan di dalam aja Fi!” pintanya.
Aku dorong terus batang kemaluanku, tanganku juga tidak henti-hentinya mengocok batang kejantanannya, sampai akhirnya kami keluar bersamaan. Kucabut batang kemaluanku, kujilati batang kejantanannya yang masih mengeluarkan sisa-sisa sperma.
“Ugh.. nikmat banget.” dalam hatiku.

Kulihat kedua pasangan yang lain juga sudah orgasme. Kami berenam tergeletak. Entah siapa lagi yang memulai, kami sudah bertukar pasangan, sampai kami kelelahan, namun dinginnya udara daerah Tawangmangu membuat kami tetap bersemangat. Keesokkan harinya, kami berenam mandi di sungai, tanpa malu-malu lagi, kami saling menggosokkan badan. Saat kami sedang asyik-asyiknya mandi, kami melihat 6 cowok dari tenda sebelah turun ke sungai. Kulihat mereka santai saja melihat apa yang sedang kami lakukan. Mereka mulai membuka baju dan celana dalamnya, lalu mulai mandi. Kupikir mereka pasti anak-anak AKABRI karena kulihat dari potongan rambutnya dan wajahnya yang pendek dan rapi. Jarak kami dengan mereka tidak jauh, jadi aku bisa melihat keindahan tubuh mereka.

Tiba-tiba Anto nyeletuk dan menyapa mereka, “Gimana Mas tidurnya semalam? Kedinginan ya?” tanyanya lagi.
Salah satu dari mereka menjawab, “Iya nih, emang situ ngga?”
“Ngga tuh..” jawab Anto.
Kemudian kami bersama-sama mendekati mereka.
“Mas, di asrama ngga enak ya?” tanyaku.
“Iya nih bosan. Ngga ada ceweknya..” jawab mereka.
“Kami kemah di sini berniat nyari cewek.. eh malah ngga ada..” kata mereka lagi, “Eh, kalian kenapa ngga kedinginan semalaman?” tanya mereka.
“Emang ada setan cewek yang ke tenda kalian?” tanya mereka lagi.
“Ngga tuh..” jawab Agus, “Kami main sendiri.” lanjutnya.
“Enak kok..!” sambung Anto.
“Mas mau nyoba?” tanya Aji.
Lama mereka berpikir, lalu salah satu dari mereka mendekat dan berkata, “Baiklah, tapi tolong jaga privasi kami.. Ok..?”

Akhirnya kami memilih pasangan masing-masing, aku dengan cepat menghampiri salah satu dari mereka yang tinggi besar dan kulihat kemaluannya masih tidur tetapi sudah besar. Aku dekati dia, kuraba-raba dadanya yang dipenuhi bulu. Kumainkan putingnya, dia meremas rambutku, rupanya dia sudah mulai terangsang. Kami sepakat untuk naik ke darat. Di tepi sungai, kami melanjutkan aktivitas seks kami. Tanganku mencari-cari sesuatu di sela-sela pahanya, kutemukan batang kejantanannya yang belum tegang betul. Kuusap dengan lembut. Aku turun ke bawah, di depan wajahku telah teracung sebuah rudal yang siap menembakkan pelurunya. Melihat pemandangan tersebut, langsung kumasukkan batang kejantanannya ke dalam mulutku. Gila.. karena terlalu besarnya, sampai tidak muat. Kumainkan lidahku, rupanya dia menikmati permainanku. Rambutku dijambak-jambak olehnya. Dia mengerang kenikmatan. Aku lepaskan lumatanku, dia jongkok. batang kemaluanku dipegang kuat-kuat, perlahan dia lumat dan aku mengerang karena merasa keenakan.

Kucoba lepaskan batang kemaluanku, kemudian kuremas pantatnya dan berbisik padanya, “Aku masukkan ya..?”
Dia hanya menganguk, lalu kuremas pantatnya yang tambun. Kucoba masukkan batang kemaluanku, mulanya sulit, tetapi setelah kucoba berkali-kali, akhirnya masuk juga.
“Blees..” kugoyangkan pinggulku maju mundur.
Dia mengerang kenikamatan. Tanganku terus mengocok batang kejantanannya.
“Fi.. aku mau keluar..” katanya.
“Aku juga..” kataku.
Kugoyang-goyangkan pinggulku makin cepat dan akhirnya kumuntahkan lahar panasku ke lubang anusnya. Selang beberapa saat, dari batang kejantanannya juga keluar cairan hangat. Jauh juga pancarannya tercecer di pinggir sungai.

Kucabut batang kemaluanku dan dia berbisik di telingaku, “Entar malam, aku ke tendamu.. ya..?”
Aku hanya mengangguk. Aku senang sekali, ternyata orang yang selama ini kupikir keras sekali dalam pendidikannya, namun ternyata suka juga bermain dengan cowok. Aku lekas mandi menyusul yang lainnya yang sudah selesai dari tadi. Malamnya, dua tenda itu bergulat untuk mencari kehangatan. Dua malam di Tawangmangu membawa kenikmatan tersendiri. Setibanya kami di kota Y**** (edited), kalau ada kesempatan, kami selalu melakukan secara bergiliran dan bergantian di tempat kos kami. Namun sayang, kami tidak dapat menghubungi para taruna tersebut.

Tamat

Aku ketahuan

Entah mengapa aku menjadi gagu saat membuka email. Sejak cerita berjudul DOMPET, banyak teman yang mengirimku email. Aku jadi serba salah saat harus membalas email yang memang beragam inginnya. Ada yang sekedar memberikan komentar, yang mau kenalan, yang minta no HP, ada yang ingin ketemuan, bahkan tidak sedikit yang menanyakan ciri-ciri fisikku, ukuran penisku, gayaku bercinta dengan istriku, dan lain-lain.

Aku mungkin kaget dengan keadaan yang tidak kubayangkan sebelumnya, karena memang alasanku semula mengirim cerita, hanya ingin agar traumaku yang sejak kecil kupendam, bisa sedikit kubagi. Tidak mungkin aku cerita tentang apa yang kualami kepada sembarang orang, bahkan pada sahabat terdekatku sekalipun, karena menurutku, dengan membuka aibku kepada seseorang, berarti aku sudah menggadaikan hidupku padanya, dan aku tidak mau itu. Pikirku, dengan bercerita di dunia maya, maka aku bisa seekspresif mungkin. Aku tidak harus takut akan dihujat, dihina, dicemooh, bahkan dijauhi, karena toh tidak ada yang tahu sedikitpun tentang aku.

Aku bingung saat harus menjawab email yang intinya mengajak ketemuan. Di satu sisi, tidak mau mengecewakan yang telah mencurahkan energinya untuk mengirimku email, tetapi aku belum siap untuk membuka diri. Terlalu banyak yang harus dipertaruhkan jika sampai ada yang tahu. Akhirnya aku hanya bisa sedikit membatasi diri. Namun kejadian selanjutnya sungguh membuatku shock berat dan tidak kubayangkan sebelumnya.

Jika biasanya langsung kuhapus semua file begitu yakin ceritaku terkirim, namun setelah mengirim “Antara Dua Rasa”, tidak kuhapus karena akan kukirim ke teman-teman yang tidak sedikit minta kiriman ceritaku. Namun ternyata aku masih manusia, yang jauh dari alpa.

*****

Setelah dari warnet, hari itu aku ke kampus. Kuliah ekstensi-Filsafat, yang dulu menjadi pilihan keduaku ketika lulus SMA, setelah Teknik Sipil, akhirnya bisa kuambil.

“Hafidz..! Naah, kebetulan ketemu. Tinggal kamu yang belum mengumpulkan tugas syarat ujian. Tak tunggu sampai sore ini yaa!”

Tepukan di bahuku mengejutkanku di tengah sibuknya aku mengisi segala persyaratan ujian. Aahh, aab Saddam (begitu biasa saya menyebutnya karena selain asalnya dari Irak, kumisnya yang melintang menambah tepat julukan itu).

“Iyaa.. Pak, maaf. Banyak kerjaan. Nanti kukirim tugasnya!”

Aku gugup, merasa bersalah, kenapa tidak sekalian ketika di warnet tadi. Namun sebelum beliau menjauh, aku baru ingat bahwa aku telah menyimpan tugas itu di disket, dan aku ingat betul tadi kumasukkan dalam tasku. Bergegas kuambil disket dan mengejarnya. Sambil berbasa-basi aku menyerahkannya.

Dua hari aku disibukkan dengan proyek kantor, sampai saat menjelang malam saat tiba di rumah, istriku memberikan pesan dari aab Saddam yang katanya siangnya ke rumah. Aku berpikir keras, ada apa? Kubaca pesannya sekali lagi. Yaah.. Hanya sebuah alamat dan sepenggal tulisan, “Harap datang!”.

Aku masih belum bisa menebak apa gerangan, bahkan sampai ketika kupencet bel kontrakan bercat krem, sebagaimana alamat tertera. Dengan senyum mengembang, aab Saddam mempersilakanku masuk. Aku masih bingung.

“Aahh, ceritamu bagus, Dj-Paijo!”

Plaak. Seolah tamparan keras telah mengahantamku. Spontan aku gemetaran saat nama samaranku disebut. Wuiihh, disket itu. Aku baru sadar bahwa aku telah salah menyerahkan disket. Aku bengong. Keringat dingin mulai mengucur.

“Maaf, jika membuatmu salah tingkah. Buatku bukan apa-apa, dan aku tahu perasaanmu!”

Sentuhan aab Saddam mengejutkan keterpakuanku. Aku mencoba menepisnya, namun aku benar-benar di batas kebimbangan..

“Perlu kau ketahui, aku mengikuti setiap ceritamu, Dj. Bayangkan, dari bulan April, aku begitu terobsesi dengan sosok yang ternyata adalah salah satu mahasiswaku, ha-ha-ha”

Aku menyengir mencoba mengimbangi tawanya. Entah mengapa aku mulai sedikit lega setelah mendengar pengakuannya.

“Kau pasti tahu Mr.DOT, kan?”.

Aahh, iyaa. Sosok itulah yang paling sering mengirimku email yang isinya berbau cabul. Diakah?

“Tanpa kejadian inipun aku sudah sangat terobsesi denganmu, Dj. Setiap kau tidak masuk kelasku, kuliahku jadi hambar. Tapi kini, kuharap kau ngerti dan sedikit mau berbagi!”

Aab Saddam semakin berani merajuk. Aku menggeleng, mencoba meminta pengertiannya. Tapi justru dia semakin penasaran.

“Bukan tipeku pemaksa, Dj, tapi aku ingin kau ngerti, please! Aku benar-benar ingin lebih darimu”

Aku semakin serba salah. Aab Saddam yang semula begitu kuhormati, kini seolah monster yang siap melahapku. Rasa tidak enakku sudah terkalahkan dengan ketidakberdayaanku. Aku hanya terdiam, pasrah.

“Istrimu, keluargamu, dan yang mengenalmu tentu belum tahu sebenarnya, kan? Dan aku juga yakin kau belum siap untuk diketahui. So.. Gimana?”

Nada yang begitu sopan dan lirih, justru telah mengulitiku habis. Sangat berkesan memaksa. Aku semakin membisu, ketika tangannya menyentuh wajahku. Ketidaksiapanku akan terbongkarnya rahasiaku, membuat semakin leluasa tangannya meraih apapun yang ingin disentuhnya di diriku. Aku berpikir keras dan tidak mau kalah sebelum perang. Akal sehatku berputar, mencoba menemukan apa yang bisa kuperbuat. Ahaa.. Akhirnya aku mendapatkan ide cemerlang.

Lumatan bibirnya yang semula kurasakan hambar, kubalas jauh lebih ganas. Aku harus benar-benar berakting. Kugigit bibirnya, dia mengaduh, namun aku tetap mengganas. Meski terganggu dengan kumisnya yang melintang tebal, namun aku harus. Bahkan kini aku yang mengambil inisiatif, harus membuatnya terlena. Kutarik paksa kaosnya, nyaris robek. Meski sudah menduga sebelumnya namun aku sempat terkejut juga dengan apa yang di depanku. Darah Iraknya membuat hampir semua badannya di tumbuhi rambut. Sangat lebat. Aku tak peduli. Kupagut semua yang menempel di dadanya. Dua putingnya kulumat dan kugigit.

Dia meraung, mendekapku erat. Tangannya ganas mencopot bajuku, sehingga tak seberapa lama, semua yang kupakai sudah direnggutnya. Aku pun berbuat yang sama. Kutarik paksa celana dalamnya yang masih tersisa, dan aah… aku sempat ngeri melihat betapa panjang dan besar penisnya. Bayangan betapa wibawanya dia ketika sedang di kelas yang begitu rapi, berdasi, sepatu, rambut klimis suara berat, badan kekar hilang sudah. Ahh sudah kepalang.

Dia menindihku, garang. Aku kelabakan menahan nafas saat mulutku dibungkam dengan mulutnya. Belum lagi gairah yang membubung di ubun-ubun seiring dengan permainan tangannya di penisku. Dijilatinya hampir sekujur tubuhku. Bahkan anusku yang aku sendiri jijik membayangkannya, tak luput dari jilatannya. Aku mendesah-desah ketika sensasi luar biasa kurasakan, setiap lidahnya menusuk-nusuk anusku. Aku rancap penisku seiring permainan gilanya. Aku mengerang, bahkan sedikit kudramatisir berharap agar dia semakin memuncak, bernafsu dan lupa diri.

Ketika mulutnya menemukan penisku, kuhentikkan aksiku. Kuajukan syarat, agar dia mau ditutup matanya. Benar dugaanku, hasrat membaranya tidak lagi bisa membaca apa mauku. Dengan ganas dilumatnya penisku. Aku semakin mengerang. Aku berdiri, masih dengan mendesah kumaju-mundurkan pantatku. Semakin ganas melumatku. Rasa nikmat yang ditawarkan masih menyadarkanku untuk mengambil ponsel kameraku. Kubidik dengan pas setiap aksinya melumat penisku. Kujambak rambutnya dan kutengadahkan wajahnya agar aku bisa membidik tepat wajahnya. Kuambil pose terbagus saat dia menjilati penisku. Aku mendesah penuh kemenangan. Kukembalikan ponselku, dan kunikmati permainan.

Kubuka tutup matanya. Kuraih penisnya yang sudah sangat tegang. Rasa mual yang pernah hadir ketika harus mengulum penis, kulupakan, demi hebatnya aktingku. Dia mulai meraung, ketika semakin kupercepat mulutku. Tadinya aku hendak menyerahkan anusku yang memang sampai sekarang belum pernah termasuki penis. Namun untungnya dia sudah tidak tahan. Dia meraung semakin keras. Aku yakin geloranya sudah memuncak. Dipegangya kepalaku dengan kuat. Tapi aku tidak mau spermanya muncrat di mulut. Dengan cepat pula kucabut mulutku, dan kuraih penisnya. Kubanting dia, dan mulai kubisikkan berbagai kata di kupingnya yang bisa memacu laju spermanya. Sambil kurancap, kugigit berkali-kali kupingnya, dan akhirnya dia meraung panjang, ketika kurasakan spermanya muncrat membasahi perutku. Didekapnya tubuhku erat, seolah tidak hendak dilepasnya. Aku tersenyum. Ah, satu-satu.

Aku sudah hendak beranjak, saat dia terbaring lemas. Namun ternyata dia menuntut agar bisa melihat bagaimana wajahku ketika spermaku muntah. Tanpa pikir panjang, aku berdiri. Kusodorkan penisku ke mulutnya. Sambil berjongkok, dia terus menatap wajahku. Aku meringis, merem melek, menelan ludah, mendesah dan banyak lagi aksi wajahku yang menggambarkan saat hasratku menegang. Dia semakin mempercepat aksinya. Aku mulai mengejang. Kurasakan spermaku sudah di ujung tanduk untuk dimuncratkan. Kucabut penisku dari mulutnya. Kurancap kencang di depan wajahnya, sambil mendesah keras kumuncratkan spermaku ke wajahnya. Belum habis spermaku muncrat, dia kulum penisku. Kusodokkan muncratan terakhir spermaku ke mulutnya, penuh dengan bahagia. Aku tak peduli ketika dia telan spermaku.

Lebih dua jam kami habiskan berdua, dan banyak hal yang dimauninya. Aku tahu banyak darinya bahwa di negaranya, dia tidak pernah mendapatkan kenikmatan yang diingininya. Dia hanya bisa merancap diri sambil membayangkan lelaki pujaannya, tidak lebih dari itu. Namun, setelah 2 tahun di Jogja, dia mula menemukan keasyikkan baru yang semula hanya sebuah angan, dan aku bisa membayangkan bagamana bergairahnya dia setiap melampiaskan hasrat terpendamnya.

Belum hilang rasa capekku, dia kembali mencoba menaikkan gairahku lagi. Sebenarnya aku tidak mau lagi, karena malamnya aku harus melayani istriku yang sudah 4 hari tidak kukabulkan hasratnya. Namun karena aku belum yakin akan keberhasilan jepretanku, maka aku hanya mengangguk dan mengangguk, karena memang aku belum tahu hasil jepretanku sebagai senjata tandingannya.

Kami kembali bergumul, untuk kesekian kalinya, dan aku tidak tahu entah berapa kali aku harus bisa berbaik-baik dengannya, dan entah untuk berapa lama. Namun aku berharap semoga hasil jepretanku akan baik, dan bisa dijadikan senjata tandingan.

Tamat

Aku benar-benar tertekan

Saat ini saya berusia 26 thn, tinggal di Jakarta-Indonesia, berasal dari keluarga yang hidup sederhana. Saya sudah mulai menyukai sesama pria sejak umur 11 thn, pada waktu itu saya sedang naksir dengan satu teman yang memiliki tampang cute, cakep, lucu dan menggemaskan. Sayangnya, cintaku padanya tidak terbalas, pasalnya dia straight. Bahkan sampai sekarang dia juga tidak tahu bahwa saya pernah menyukainya, walaupun sekarang saya sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi terhadapnya. Ohya, ada 1 hal yang harus kuakui, dulu waktu masih kecil saya pernah bertingkah laku sissy, itu karena saya masih polos dan tidak mengerti apa-apa.

Setelah menjadi remaja, akhirnya saya sadar tingkah laku tersebut, malah saya ngeri dengan sikap itu, maka dengan segera saya menghilangkannya sehingga bisa berubah menjadi orang seperti pada umumnya. Bahkan saya tidak suka dan tidak akan pernah mau menjadi orang sissy atau waria! Saya harus akui ini berkat dorongan yang berasal dari keluargaku dan juga diriku sendiri serta bantuan doa-doa yang telah kupanjatkan tiap hari.

Semenjak mulai menjadi remaja, perasaanku semakin lama semakin tertekan. Saya tidak habis mengerti dan sering bertanya pada diriku sendiri, “Mengapa saya harus dan bisa menyukai sesama jenis? Bukankah tidak pantas cowok menyukai cowok juga? Seharusnya cowok menyukai cewek”.

Saya sudah mencoba segala cara untuk menyukai lawan jenis (cewek), tetapi kemungkinannya masih kecil. Semakin dewasa semakin saya tertarik dengan perfomance maupun appearance seorang lelaki yang jaman sekarang ini sudah berubah. Saya akui, jaman sekarang cowok-cowok sudah semakin cakep daripada dulu, sehingga tiap berpapasan, perasaanku selalu tidak tahan, ingin sekali saya memiliki orang itu, tapi itu sangat mustahil, akhirnya hatiku ini harus menjadi sedih dan menangis. Saya benar-benar bodoh sekali.. Mengapa perfomance maupun appearance seorang lelaki harus begitu selalu menarik daripada seorang perempuan?

Di mana-mana jika saya melihat ada cowok (khusus chinese) yang ganteng atau cakep atau cute, saya hanya bisa menggerutu sendiri dan melihat saja dari jauh dengan perasaan ngilu. Mengapa? Karena saya telah berkaca diri sendiri dan sadar bahwa saya tidak cakep, kurus, pendek (bukan cebol loh, yang penting fisikku normal secara umum), bahkan bisa dikatakan benar-benar buruk. Saya sadar bahwa appearance saya sangat tidak sempurna. Tidak pernah ada cowok yang melirik ke saya, bahkan cewek sekalipun. Saya selalu bertanya pada diriku sendiri, “Mengapa mereka bisa memiliki tampang cute, cakep, ganteng dan sempurna yang bisa menjadi modal bagi segala hal?”

Orang yang memiliki tampang demikian, saya selalu beranggapan bahwa mereka sangat beruntung karena bisa menjadi modal terhadap suatu hal tertentu, juga sangat mudah untuk menarik perhatian orang, memiliki daya tarik yang sempurna, tidak pernah kesulitan untuk mendapatkan seorang pacar. Sementara saya sendiri tidak pernah mengalami yang namanya pacaran. Saya sungguh sangat sedih sekali!

Apakah appearance saya yang tidak menarik harus membuat orang lain tidak menyukaiku, bahkan juga tidak mau mengenal atau berbagi perasaan dengan saya? Saya juga selalu mengeluh pada diri sendiri, mengapa tiap cowok chinese yang kusukai semuanya selalu harus normal (straight). Saya tidak berani mengungkapkan isi hatiku kepada mereka. Maka saya selalu merasa kesepian di dalam hatiku, tidak pernah ada seseorang cowok yang mau berbagi perasaan, kasih sayang, perhatian denganku. Tidak ada seorang pun tahu isi hatiku! Dari luar, saya kelihatan tampak seperti tegar seolah-olah tidak ada masalah apa-apa, bisa ngobrol atau bercanda dengan teman-teman, tetapi di dalam hatiku yang paling dalam sungguh tertekan dan sangat sedih sekali.

Saya sadar bahwa saya juga sangat membutuhkan kasih sayang dan penuh perhatian dari seorang cowok seperti yang dibutuhkan oleh setiap orang. Entahlah, apakah impianku itu akan tercapai atau tidak, saya pun tidak tahu. Tidak pernah ada seseorang yang mengetahui isi hatiku, bahkan mungkin juga tidak akan mau mengenal lebih dekat dengan saya, karena saya rasa mereka cenderung memilih untuk melihat seseorang dari figur, kecuali teman-teman straight (baik cowok maupun cewek).

Setiap jika saya menonton TV, ada muncul iklan-iklan yang bertabur cowok yang cute dan cakep (seperti iklan odol close up hitam, gatsby wax, master gel, dan lain-lain) atau bintang selebriti (film/sinetron) atau model, saya selalu berkata pada diriku sendiri, “Enak ya memiliki tampang yang sempurna, seandainya saja orang itu adalah pacarku, alangkah senangnya hatiku”.

Tapi saya tetap tahu bahwa itu sangat tidak mungkin. Saya menganggap mereka (orang-orang yang cute di iklan/film/model) itu hanya fiksi atau tidak nyata dan saya juga tidak pernah memuja mereka. Meskipun mereka selebriti terkenal yang cakep, saya tidak pernah menganggap mereka itu hebat atau sempurna, di pandanganku mereka itu tetap orang biasa, sesama manusia dan mereka itu juga bukan suatu barang yang bisa dipamerkan.

Jika saya berhadapan dengan cowok yang cakep, saya tidak pernah mengirimkan sinyal khusus padanya bahwa saya suka dia, karena saya tahu bahwa diriku sangat tidak menarik, mana mungkin orang bisa menyukai sama saya. Saya tidak percaya jika benar-benar ada cowok yang cakep dan sempurna pun bisa menyukai (atau bahkan mencintai) cowok yang memiliki buruk rupa. Makanya itu saya tidak pernah mengungkapkan isi hatiku pada siapapun yang kusukai, tidak peduli mereka itu gay atau straight atau bisexual.

Saya juga paling tahu bahwa pada umumnya semua cowok gay selalu cenderung lebih suka melihat dari penampilan figur seorang laki-laki yang mesti sempurna dan enak dilihat sehingga dapat membanggakan pacarnya pada orang lain. Saya benci dengan cowok cakep yang sombong dan sudah merasa hebat dengan memamerkan tampangnya. Saya tidak pernah berharap dapat cowok sesempurna, karena di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Setidaknya ada seseorang yang mau berbagi perasaan, perhatian, kasih sayang pun itu sudah cukup bagiku, asalkan bersungguh-sungguh dan tidak main-main, juga saya akan memperlakukan hal yang sama padanya.

Saya pernah diceritakan oleh salah satu teman baik yang memiliki pacar yang cakep, dia bilang kepadaku, “Punya pacar cakep juga benar-benar reseh dan selalu ada resiko”.
Aku bertanya padanya, “Resiko apa?”.
Dia menjawab, “Misalnya kalau lagi tidak jalan berdua, masing-masing punya kegiatan sendiri, saya sibuk, dia berada di tempat lain, saya tidak tahu dia ngapain di sana, bisa-bisanya dia selingkuh sama orang lain, walaupun saya percaya sama dia, tetap saja merasa was-was dan masih ada perasaan cemburu, pasalnya pacarku orangnya menarik dan selalu mampu menarik perhatian orang lain, jadi kalau misal ada orang tertarik sama pacarku, kemudian orang itu mau kenalan sama pacarku, pasti pacarku terima, jadi mungkin pacarku tidak bakal ceritain soal itu kepadaku!”

Akhirnya saya mengerti maksudnya dan kuakui mungkin itu benar juga, walaupun saya tidak pernah mengalami pacaran.

Karena saya tidak pernah mengalami yang namanya pacaran dan saya sangat membutuhkan rasa kasih sayang dan perhatian dari seorang cowok, jadi kadang saya suka berkhayal tentang orang-orang (baik nyata maupun fiksi) yang jadi pacarku, berkencan, makan berdua, jalan-jalan berdua, berpelukan, berbagi rasa kasih sayang, dll. Sehingga ada timbulnya rasa romantis di dalam diriku.

Teman saya pernah meminjamkan Blue Film gay ke saya dan saya membandingkannya dengan Blue Film straight dan lesbian, kuakui Blue Film gay lebih menarik dan juga benar-benar menggasyikkan. Nonton Blue Film gay saja saya sudah merasa cukup puas sebagai pelampiasan nafsu sendiri dan membuang rasa kesepianku, walaupun kedengarannya memang tidak terlalu seru, terkadang saya pernah berkhayal tentang main seperti di Blue Film. Jika seandainya saya benar-benar punya pacar, alangkah senangnya hatiku karena dapat saling berbagi kasih sayang, perhatian, juga saling memberi dorongan sebagai pemacu semangat, memberi dan menerima masukan dari segala hal. Saya memiliki satu kelebihan utama yang ada di dalam diriku yaitu bisa menjaga kepercayaan serta menyimpan segala rahasia.

Keluargaku juga masih tidak tahu isi hatiku, walaupun pernah sempat curiga, tetapi saya tetap selalu menyangkal, karena saya tidak ingin membuat keluargaku sedih dan kecewa, saya paling mengerti bahwa keluargaku tidak suka gay. Itulah membuat hatiku semakin tertekan dan tidak bisa dengan bebas untuk mengutarakan isi hatiku. Kalau dipikir-pikir kembali soal ini, rasanya saya ingin menangis, menjerit dan berteriak. Tapi apa boleh buat, saya terpaksa memendam sendiri di hatiku sebisa-bisanya sampai sekarang masih tetap bisa kutahan.

Ada rasa suka dan duka pun juga selalu kujalani sendiri dengan tegar tanpa berbagi dengan seseorang spesial. Ungkapan isi hatiku ini adalah nyata, bukan berarti saya tidak PD, tetapi saya merasa bahwa saya harus menceritakan ini untuk melepaskan tekanan isi hatiku yang sudah kupendam sendiri selama ini tanpa berbagi dengan seseorang dan saya tidak tahu harus berbagi kepada siapa, selain melalui situs ini. Saya tak bermaksud tertutup bagi orang lain, tapi secara umum hal ini tidak lazim, jadi saya memendam isi hatiku ini secara pribadi.

Saya sudah tidak sanggup untuk menulis lebih panjang lagi, hanya akan membuat hatiku tambah sedih. Cukup sekian cerita ini yang dapat kuungkapkan dari isi hatiku yang paling dalam. Bye.

Tamat